Mohon tunggu...
Yudhistira Putra
Yudhistira Putra Mohon Tunggu... -

ya sudahlah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Love Is Like a "Water"

31 Januari 2015   16:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:03 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Baru kusadari bahwa ternyata banyak yang korbankan karena cinta. Ku korbankan diriku sendiri, ku korbankan diri orang lain, momen-momen yang terjadi disekitarku, karirku, sahabat-sahabatku, tenaga, waktu, materi dan lain-lainnya. Itu terkorbankan karena ego ku. Ku berpikir cinta itu harus memiliki padahal ada hal yang dapat dinikmati dengan jangan berusaha untuk dimiliki yaitu cinta. Kalau kita berusaha untuk memiliki cinta maka kita akan banyak kehilangan cinta itu sendiri.

Jadi dari hasil perenungan perjalanan cinta sampai saat ini, akhirnya aku menemukan bahwa cinta itu ibaratkan seperti air. Semakin dipegang dan berusaha untuk dimiliki, semakin banyak yang terbuang dan hilang. Itu tak bisa dipungkiri kalau kita membicarakan tentang air, begitu juga cinta.

Ada pertanyaan kepadaku, “Apakah cinta itu tidak perlu timbal balik?” ini yang menjadi pemahamanku dari dulu, dan bagiku sekarang adalah tidak perlu! Timbal balik hanya efeknya saja dari sebuah cinta karena toh saat tidak lagi dicintai kita masih bisa mencintai orang itu kan? Lalu ada lagi yang bertanya kepadaku, “sampai kapan mencintai tanpa dicintai?”, memang sedih sih kalau didengar-dengar “mencintai tanpa dicintai” kaya lagu-lagu galau. Kalau pertanyaannya sampai kapan maka jawabannya, “sampai selama-lamanya”. Cinta itu kan tidak harus menjadi seorang pacar. Pacar hanya salah satu bentuk dari cinta, jadi bisa kapanpun kita mencintai karena cinta itu banyak bentuknya. Sama hal nya dengan pasangan hidup bagiku. Pasangan hidup akan ada ending nya, namanya juga pasangan hidup kan artinya selama masih hidup, dan hidup dia bukan hidup kita dan hidup kita juga bukan hidup dia. Kalau sudah mati kan tetap bisa mencintai tanpa harus ada timbal balik.

Refleksi ini sampai kepada pembahasan tentang Tuhan dan agama. Kalau kita cinta harus dimiliki, bagaimana kalau mengasihi Tuhan? Semakin kita mengasihi Tuhan dengan memiliki DIA, maka kita akan semakin kehilangan TUHAN dan berganti kepada fanatisme agama. Mengasihi Tuhan cukup sampai kepada usaha menikmati DIA.

Memang cinta tak akan ada habisnya untuk dibahas tapi jangan sampai mengulang lagi karena cinta yang harus memiliki itu kita jadi kehilangan banyak sekali hal di hidup kita. Untuk menemukan pasangan hidup bagiku bukanlah bertemu dengan orang yang sama-sama mencintai, tetapi menemukan orang yang sama-sama dapat merasakan cinta yang tanpa harus memiliki. Ayahku pernah berkata, “kalau punya jam simpen di tangan, jangan dihati karena jam bisa rusak. Kalau ada pasangan jangan disimpen dihati tapi disamping kita, karena hati hanya diisi oleh Tuhan saja...”. Merasakan cinta yang tanpa harus memiliki artinya harus siap dalam suka dan duka karena kita tidak memiliki apapun di dunia ini bahkan dia sekalipun bukan milik kita dan harus siap hidup dan mati karena hidup dan mati bukan dari kita. Oleh karena itu jangan berusaha untuk memiliki cinta (noun).

Sabtu, 31-01-2015 ~ ZED~

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun