Bismillahirrahmanirrahim.
Akhir-akhir ini ramai dibicarakan di media massa bahwa perekonomian dunia di tahun 2023 nanti diprediksi atau diramal gelap. Dan prediksi ini tidak sembarang omongan.
Melansir CNBC Indonesia, IMF (International Monetary Fund; Dana Moneter Internasional) mencatat sepertiga ekonomi dunia telah mengalami resesi atau pertumbuhan negatif selama dua kuartal berturut-turut. Menurut perkiraan mereka, ekonomi dunia diproyeksi hanya tumbuh 2,7% dari sebelumnya, yaitu 2,9%.
Resesi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai kelesuan dalam kegiatan dagang, industri, dsb. (seolah-olah terhenti); menurunnya (mundurnya, berkurangnya) kegiatan dagang (industri). Sedangkan secara umum, resesi adalah istilah ekonomi yang menggambarkan perekonomian suatu negara yang diakibatkan berbagai faktor.
Lantas mengapa 2023 diramal sebagai tahunnya resesi global? Ada banyak faktor, namun hari ini kita akan membahas dua di antaranya saja:
1. Pandemi Covid-19 yang belum juga berakhir
Sejak pasien Covid-19 pertama terdeteksi pada 31 Desember 2019, banyak upaya telah dilakukan untuk mengekang virus menular ini. Termasuk salah satunya, karantina mandiri di rumah.Â
Orang tidak ke mana-mana, mereka hanya mengurung diri di rumah. Karena tidak ada kegiatan ekonomi di kantor, keuangan jadi anjlok. Pertumbuhan ekonomi di dunia terus mengalami penurunan mulai dari triwulan kedua 2020.Â
Belum lagi fenomena panic buying yang marak, yaitu orang memberi makanan dalam jumlah yang banyak di swalayan untuk menjaga tidak kelaparan selama karantina karena mereka tidak ke mana-mana.
Covid-19 sampai sekarang belum juga berakhir, namun berbagai cara telah dilakukan untuk memastikan perekonomian dunia tetap berjalan. Salah satunya, dengan vaksinasi.Â
Dengan dua kali suntikan vaksin, orang memiliki sistem imun yang kuat yang dapat menangkal risiko tertinggi terpapar Covid-19, yaitu bergejala berat dan meninggal dunia.
Alhamdulillah, saat ini beberapa negara bertransisi ke fase endemi dari pandemi, namun ada faktor lain yang mendorong kegelapan ekonomi tahun depan.
2. Perang Rusia-Ukraina yang berdampak pada perekonomian dunia
Belum selesai Covid, pada tanggal 24 Februari 2022, dunia dikejutkan oleh sebuah berita. Berita besar yang mengubah bab sejarah dunia. Rusia menyatakan perang terhadap Ukraina.Â
Kedua negara ini sebenarnya sudah berkonflik sejak lama sekali, karena berbagai sebab, termasuk aneksasi Rusia terhadap Krimea yang merupakan bagian dari Ukraina. Awalnya mereka menyerang kota Kyiv dan Kharkiv, kemudian Donetsk dan Luhansk. Kemudian pada 11 April 2022, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menyatakan kota Mariupol telah "sepenuhnya hancur".
Hasilnya penduduk Ukraina sungguh amat tersiksa. Beberapa di antara mereka mengungsi. Ada pula yang menetap di negara mereka namun berteduh di tempat perlindungan bom karena negara mereka masih dihujani bom Rusia.
Tentunya Perang Rusia-Ukraina berdampak besar terhadap ekonomi. Salah satu dampaknya adalah kenaikan harga komoditas atau bahan pokok. Ukraina adalah salah satu negara pengekspor minyak mentah terbesar di dunia. Karena efek perang, harga minyak Ukraina anjlok ke level terendah pada Agustus 2022.
Minyak mentah digunakan untuk membuat bensin sebagai bahan bakar mobil dan kendaraan lain. Karena efek perang, harga BBM di Indonesia naik pada Maret 2022. Inilah yang membuat kita harus berhemat jika hendak bepergian.
Negara kita, Indonesia, juga mengimpor gandum dari Ukraina untuk makanan pokok seperti roti dan mie. Gandum adalah bahan dasar tepung terigu yang dipakai untuk membuat roti, kue, dan makanan-makanan lain. Karena efek Perang Rusia-Ukraina, hasil panen gandum Ukraina seret dan share impor biji gandum jatuh dari 4,9% pada Januari-Juli 2021 ke 0,1% tahun ini.
Karena kedua faktor di atas yang telah disebutkan, kita harus siap apabila kita mengalami resesi global tahun depan.
Ekonomi semakin susah, kita harus pintar berhemat dan jangan boros.
Ingat: rajin pangkal pandai, hemat pangkal kaya.
Kita harus pintar mengelola uang di masa ekonomi sulit karena pandemi masih melilit dan perang kian menggigit.
Tabik,
Yudhistira Mahasena
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H