Ada banyak lagu Eurovision yang melibatkan pemusik berusia tua atau paruh baya di atas panggung. Sebut saja Djivan Gasparyan, pemain duduk (seruling khas Armenia) yang menemani Eva Rivas saat dia menyanyikan "Apricot stone" di Eurovision Song Contest 2010 di Oslo, Norwegia. Ada juga Bora Dugi, yang memainkan seruling dan mengiringi Jelena Tomaevi menyanyikan "Oro" di Eurovision Song Contest 2008 di Beograd, Serbia. Eurovision tidak membutuhkan orang muda untuk memainkan alat musik tradisional di atas panggung, menemani para kontestan.
"In Eurovision, nothing says winner like a violin."
Biola! Alat musik gesek ini terbukti mengantarkan dua musisi asal Norwegia menuju gelar juara Eurovision Song Contest: Secret Garden di tahun 1995 dan Alexander Rybak di tahun 2009. Mungkin biola masih akan mengantarkan negara paling utara di kawasan Skandinavia ini menjadi juara Eurovision Song Contest di masa yang akan datang.
"The violin, the drums, and the kvinnabske might make it all feel a little bit old-fashioned.
This can easily be fixed by adding a DJ who pretends to scratch.
In real life, of course, this is 30 years old.
But in Eurovision, it will give your number a contemporary feel."
Baru-baru ini, Eurovision Song Contest sedang gencar-gencarnya mengirimkan DJ untuk tampil di kontes. Sebut saja DJ Balthazar (Bulgaria 2008), JOWST (Norwegia 2017), Gromee (Polandia 2018), dan Darude (Finlandia 2019). Mungkin ada yang penikmat musik EDM? Merekalah nama yang tepat untuk Anda yang juga suka Eurovision Song Contest.
"Costumes.
You need to look memorable.
Something that the viewers will notice."
Untuk memenangkan Eurovision Song Contest, Anda harus tampil menarik. Sebuah penampilan yang gampang diingat. Mungkin di tahun-tahun awal Eurovision Song Contest, para kontestan tampil sederhana, hanya mengenakan gaun dan tuxedo selayaknya acara formal. Tetapi, sejak tahun 1966, pilihan kostum yang dikenakan para kontestan semakin beragam. Perwakilan Inggris saat itu, Kenneth McKellar, penyanyi tenor asal Skotlandia, memakai kilt (rok pendek khas Skotlandia)!
Ketika kita memasuki era warna (sejak Eurovision Song Contest 1968 di London, Inggris), pilihan warna kostum semakin beragam. Dan keanekaragaman corak dan warna kostum itu makin menonjol hingga saat ini.
"Everything else might be important, but the song is essential.
Let it be about something everyone can connect to.
Love works. Peace is also a popular way to go."
Zaman sekarang, lagu-lagu yang kita dengar hampir selalu mengangkat tema cinta, tetapi banyak juga lagu di Eurovision Song Contest yang mengangkat tema perdamaian. Kedua tema ini adalah tema yang berhubungan dengan semua orang. Perdamaian adalah salah satu alasan mengapa Eurovision Song Contest digagas. Tentunya Anda ingat di postingan saya tentang "Mengapa Saya Ingin Astro dan April Mewakili Islandia dan Moldova di Eurovision Song Contest 2022", ketika saya menceritakan di awalan postingan bahwa Eurovision Song Contest digagas sebagai cara negara-negara di Eropa berhubungan baik pasca-Perang Dunia II.
Lagu bertema cinta tidak melulu tentang perasaan suka, jatuh cinta, dan patah hati. Cinta adalah bahasa universal. Ini terbukti di lagu "Love unlimited", perwakilan Bulgaria di Eurovision Song Contest 2012, yang dinyanyikan oleh Sofi Marinova. Di lagu tersebut, kata "I love you" diucapkan dalam berbagai bahasa: Turki, Yunani, Spanyol, Serbia-Kroasia, Perancis, Bulgaria, Romani, Italia, Azerbaijan, dan Arab.