Membaca perjalanan KPK dan membandingkan kinerjanya di banyak negara berkembang, pemberantasan korupsi sering menjadi "gagal" karena anti-corruption bodies tidak  berani  masuk  kedalam  episentrum  korupsi. Kondisi ini dialami oleh indonesia pada saat KPK belum dibentuk. Pelbagai   komisi khusus dibentuk seperti Komite Anti Korupsi/KAK  (1967), Tim OPSTIB (1977), Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara/KPKPN (1999) hingga Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pemberantasan Korupsi/TGTPK (2000).
Sama hal dengan yang diuraikan Jeremy Pope, secara umum lembaga  di atas  gagal karena   tidak   menyentuh   inti   korupsi. Penyebabnya mulai dari independensi yang rendah  hingga  kewenangan  kecil.  Alhasil tidak ada perubahan signifikan dan prestasi yang  luar  biasa  yang  berhasil  ditorehkan oleh berbagai lembaga tersebut. Kondisi  ini  mulai  berubah  saat  KPK dibentuk  tahun  2003  yang  lalu.  Pelbagai kasus  korupsi  yang  melibatkan  aktor-aktor yang  sebelumnya  tidak  tersentuh  kini  bisa diproses  secara  hukum.  Berkawan  dengan partai  penguasa,  tidak  lagi  menjadi  garansi akan  lepas  dari  proses  hukum  seperti  yang lazim terjadi saat orde baru.
Oleh karena itu, KPK dapat dipandang sebagai  anomali  dari  berbagai  kegagalan pemberantasan   korupsi   baik   dari   sisi lembaga   yang   telah   lahir  sebelumnya maupun  jika  dibandingkan  banyak  negara berkembang   lainnya.   Tidak   berlebihan kemudian  Mantan Pimpinan Independent Commission  Against Corruption (ICAC) Hongkong, Tony   Kwok (Mei,   2013) menganggap KPK salah satu diantara tiga lembaga antikorupsi terbaik di Asia.
Seperti itulah, kebaikan-kebaikan dari lembaga Ad Hoc yang dibentuk oleh Presiden pertama perempuan di Indonesia melalui amanat reformasi untuk melakukan transisi penegakan hukum. KPK yang kemudian menjadi marwah negara dalam pemberantasan pemberangus nominal negara, namun tidak untuk sekarang. Perjalanan pembentukan dan pemberantasan yang dirasa begitu masif, saat ini malah berbanding terbalik dengan yang seharusnya menjalankan amanat negara menjadi pengkhianat negara.
Tepat pada tanggal 22 November 2023, kemarin malam, Ketua KPK Firli Bahuri telah ditetapkan menjadi tersangka, atas dugaan pemerasan satu koruptor (SYL) dan gratifikasi, yang seharusnya KPK menjadi wiro sableng antikorupsi justru menjadi sebaliknya Wamenkumham yang harusnya jadi contoh penegakan hukum, justru terlena dengan gratifikasi hingga jadi tersangka. Korupsi merupakan tindakan seseorang dan kelompok yang menguntungkan serta memperkaya diri sendiri, keluarga, dan juga dan orang-orang dekat. Tindakan itu, dilakukan [secara sendiri dan kelompok] melalui pengelapan dan penyelewengan; manipulasi data keuangan, data jual-beli, dan lain-lain. Korupsi bisa dilakukan oleh siapa pun, pada semua bidang pekerjaan, kedudukan, jabatan; pada tataran institusi atau lembaga pemerintah, swasta, maupun organisasi keagamaan. Di Nusantara tercinta ini, kita kenal lembaga hebat yang bernama KPK. Sepak terjangnya memang aduhai, sexy, luar biasa, dan sekaligus malu-malu kucing. Ditakuti dan menakutkan banyak orang. Dan tapi tidak untuk sekarang, dengan berbagai kontroversi kelembagaan hingga personal mulai muncul ke permukaan.
Firli Bahuri, Ketua KPK yang namanya tak pernah absen jadi sorotan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, Bukan! bukan karena prestasinya dalam memberantas korupsi tapi sederet gejolak yang menderanya dalam korupsi yang menderet pada integritas KPK.Â
Sejak terpilihnya Firli sang pemain golf dadakan ini menjadi Ketua KPK, 56 suara ia gapai dengan mulus meski sebelumnya banyak gugatan dari beberapa LSM dengan alasan track record pemberantasan korupsi oleh Firli itu buruk, bahkan sampai dengan pimpinan KPK yang berkirim surat kepada Komisi III yang menyatakan bahwa Firli melakukan pelanggaran kode etik selama menjadi Deputi Penindakan KPK. Namun semua itu tak jadi batu sandungan bagi ia untuk berada di posisi paling tinggi diantara keempat calon lainnya.
Ditusuknya kulit dengan sinar matahari, basah kuyup dengan keringat siang hari. Ada yang bersandar, menikmati camilan, menyeduh kopi, dan merasakan hembusan angin sepoi, begitulah kira-kira yang dirasakan oleh Mantan Kapolda Sumsel ini menaiki wahana helikopter berdiskon, menjadi Ketua KPK yang menerima gratifikasi dalam bentuk diskon helikopter yang jauh dari harga penyewaan penerbangan lain. Tak sampai disitu, rupanya ia juga ingin menikmati bath up dan balkon luas dengan gratifikasi penginapan hotel selama dua bulan, April 2023 disusul dengan pertemuannya bersama Lukas Enembe ketika kasusnya masih bergulir, dibulan yang sama pula, dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK terkait kebocoran dokumen hasil penyelidikan, dokumen dugaan korupsi di Kementerian ESDM yang bersifat rahasia, kemudian pelaporan Firli atas kolusinya dengan melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan untuk memaksakan menaikkan penanganan Kasus Formula E ke tahap penyidikkan yang kemudian berujung pada Pemecatan Endar, di bulan April juga, Firli dilaporkan atas dugaan pelanggaran etik dan pidana oleh sejumlah mantan pimpinan KPK hingga mantan penyidik senior Novel Baswedan pun turun gunung.
Dan diakhiri dengan masuk oleh jala jebakannya sendiri, Kronologi saya lansir dari CNBC Indonesia bahwa Polda Metro Jaya resmi menetapkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri menjadi tersangka kasus pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Firli dijerat dengan pasal berlapis berupa pemerasan dan penerimaan gratifikasi. Kasus pemerasan yang diduga dilakukan Firli ini berkenaan dengan penanganan perkara dugaan korupsi SYL. Berikut ini merupakan kronologis kasus itu hingga Firli jadi tersangka.
Tak berhenti disitu kabarnya Firli juga akan melakukan perlawanan dengan hak-haknya untuk menyampaikan ke publik soal ketersangkaannya ia, melihat rentetan drama kinerjanya sudah dapat menjadi kesimpulan seharusnya, bahwa ia memang tak punya integritas sama sekali, bahkan sepertinya juga tak punya urat malu, ketika sudah diciduk dan dihantarkan untuk menyusul sahabatnya, ia masih membela diri.
Memang menjadi kekecewaan kita semua, Ketua KPK yang seharusnya menjadi Pendekar mematahkan tulang korupsi kolusi nepotisme, ternyata malah ia masukkan kantong untuk perbekalan kebutuhan kehidupan pribadinya, terlepas dari Firli, sudah menjadi keharusan untuk kita marah akan tangan kotor Firli yang meludahi kolamnya sendiri, KPK luntur integritas dan independensinya.