Mohon tunggu...
Yudhistira Paramadina
Yudhistira Paramadina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Semester 2

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Saat Sri Sultan Hamengkubuwono IX Bersedia Ditilang Polisi Usai Langgar Verbodden

11 Maret 2022   08:06 Diperbarui: 11 Maret 2022   08:14 1424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sri Sultan Hamengkubuwono IX (Ilustrasi Foto: Orange Juice Integritas KPK)

Mungkin untuk masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta, nama Bendoro Raden Mas Dorodjatun sudah cukup dikenal tetapi tidak bagi daerah lain. Kecuali kalau nama itu diperkenalkan sebagai Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Pasti semua orang mengenalnya. Selain beliau sebagai Raja Yogyakarta, beliau adalah Wakil Presiden kedua Republik Indonesia. Banyak yang menarik dari kehidupan Sinuhun (Sri Sultan Hamengkubuwono IX), salah satunya adalah ketika Sinuhun ditilang oleh seorang polisi ketika melanggar verbodden.

Jadi ceritanya di pertengahan tahun 1960-an, Sinuhun sedang melakukan perjalanan ke luar kota dengan mengendarai mobilnya sendiri. Kemudian tanpa mengetahui, Sinuhun melanggar verbodden atau dilarang masuk. Tak berapa lama setelah melanggar verbodden, polisi menilang mobil yang dibawa Sinuhun. Berikut petikan dialog antara polisi dan Sinuhun seperti disadur dari Orange Juice Integritas KPK.

"Selamat pagi!" ucap Brigadir Royadin, polisi itu, sambil memberi hormat dengan sikap sempurna. "Boleh ditunjukkan rebewes (surat-surat kelengkapan kendaraan berikut surat izin mengemudi)." Sri Sultan tersenyum dan memenuhi permintaan sang polisi. Saat itulah sang polisi baru tahu bahwa orang yang ditindaknya adalah Sri Sultan. Brigadir Royadin gugup bukan main. Namun, dia segera mencoba memperbaiki sikap demi wibawanya sebagai polisi. "Bapak melanggar verbodden. Tidak boleh lewat sini. Ini satu arah!" kata dia. "Benar... Saya yang salah," jawab Sri Sultan. Ketika melihat keragu- rauan di wajah Brigadir Royadin, beliau berkata, "Buatkan saja saya surat tilang." Singkat cerita, sang polisi pun melakukan tilang kepada Sri Sultan.

Dari cerita di atas, ada hal yang bisa dipetik oleh kita semua, bahwasannya Sinuhun yang merupakan orang nomor satu dan pemilik wilayah Ngayogyokarto Hadiningrat tetap bersedia ditilang karena melanggar. Mungkin pada kondisi saat ini, sangat jarang seorang pejabat memiliki sifat seperti Sinuhun. Selain itu ada pula cerita dari RM Warsito yang merupakan anak dari GMRT Karto yang menjadi pelayan pendamping Sinuhun. Pada saat menjadi pemimpin, Sinuhun tidak malu atau merasa dirinya tinggi untuk meminta ide pikiran dari pelayannya. Sinuhun tidak ingin pelayannya yang selalu menerima apapun ide pikirannya, tetapi dapat memberikan saran terhadapnya.

Kalau mau menengok ke belakang, tepatnya 20 tahun sebelum kejadian penilangan, Sinuhun banyak sekali membawa perubahan untuk Yogyakarta ketika naik tahta pada Maret 1940. Sinuhun sangat berani dan dengan tegas menentang kaum penjajah. Tak hanya itu saja, Sinuhun bersemangat memperjuangkan nasib rakyat Yogyakarta agar segera meraih otonomi sendiri.

Selama 4 tahun waktunya dihabiskan untuk bernegosiasi dengan Dr Lucien Adam selaku Diplomat Senior Belanda. Kemudian di masa penjajahan Jepang, Sinuhun berada paling depan dalam menolak pengiriman Romusha yang mengadakan proyek lokal saluran irigasi selokan Mataram. Poinnya adalah, Sinuhun sangat memikirkan kepentingan rakyatnya dan juga keselamatan serta kesejahteraan rakyat.

Sebenarnya bisa saja Sinuhun memihak ke penjajah seperti yang dilakukan beberapa keluarga kerajaan di Indonesia namun hal itu tidak dilakukan oleh Sinuhun. Lalu Sinuhun saat Jakarta dikuasai Belanda dalam Agresi Militer Belanda I yang dilaksanakan pada 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947, mengajak Presiden Soekarno untuk memimpin Indonesia dari Yogyakarta. Terjadinya serangan dari Belanda di daerah Yogyakarta dan pasukan Belanda dapat menguasai daerh Yogyakarta sehingga para pemimpin Indonesia saat itu dipindahkan ke tempat pengasingan.

Sinuhun tidak hanya diam saja melihat keadaan Yogyakarta menjadi sangat kacau. Dengan memikirkan cara untuk membentuk serangan terhadap Belanda dengan melakukan serangan umum. Diputuskan serangan umum terjadi 1 Maret 1949 dengan merangkul berbagai komponen Indonesia untuk mengusir Belanda.

Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Antikorupsi di Universitas Paramadina. Tulisan dibuat oleh Kelompok 3 Antikorupsi

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun