Bismillahirrahmanirrahim.
Setiap tanggal 22 Desember selalu diperingati di Indonesia sebagai Hari Ibu. Hari Ibu di Indonesia dirayakan pada tanggal 22 Desember untuk mengenang peran ibu dan perempuan dalam sejarah bangsa. Tanggal ini memperingati Kongres Perempuan Indonesia pertama yang diadakan pada tahun 1928, yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak dan pemberdayaan perempuan. Pemilihan tanggal khusus ini mencerminkan pengakuan negara atas kontribusi perempuan bagi masyarakat dan bangsa.
Sebaliknya, banyak negara merayakan Hari Ibu pada hari Minggu ketiga bulan Mei, sebuah tradisi yang berasal dari awal abad ke-20 di Amerika Serikat. Waktu ini terkait dengan berbagai faktor budaya dan sejarah, termasuk pengaruh tokoh seperti Anna Jarvis, yang mengampanyekan hari untuk menghormati ibu.
Hari Ibu adalah hari di mana kita mengenang jasa ibu kita. Kita sebagai anak tidak boleh mencaci-maki atau berkata "uh" dan "ah" kepada ibu kita, sebab surga di bawah telapak kaki ibu. Dialah yang merawat dan menjaga kita sampai dewasa. Begitu pula seorang ibu, tidak boleh membiasakan mendidik anak dengan terlalu keras, bahkan jika untuk kebaikan.
Mereka bilang, perilaku seorang anak adalah cerminan dari pola asuh ibunya. Seorang ibu yang terbiasa mendidik anaknya dengan keras, berteriak-teriak, membentak-bentak, maka anaknya akan tumbuh menjadi orang yang suka membangkang, melawan orangtua, dan bahkan penakut saat dewasa. Seorang ibu yang baik adalah yang senantiasa mendidik anaknya dengan penuh kelembutan, yang tidak menunjukkan kasih sayangnya secara berlebihan.
Jadilah seperti Bunda Teresa dan Florence Nightingale, tokoh wanita dunia yang menjadi penerang bagi kegelapan. Bunda Teresa adalah sosok yang peduli terhadap anak yatim piatu dan kaum miskin dunia, sedangkan Florence Nightingale, sebagai pelopor dalam keperawatan modern, dihormati karena merevolusi praktik medis dengan pendekatan inovatifnya, seperti penggunaan analisis data, dan menetapkan standar pendidikan keperawatan. Nightingale berperan penting dalam meningkatkan layanan kesehatan pada abad ke-19 dan ke-20. Beliau mendorong masyarakat untuk menjaga kebersihan dan kebebasan rumah sakit dari infeksi. Siapalah tahu, kita dapat belajar dari mereka dan dapat memanfaatkan kepedulian kita terhadap anak di bidang kesejahteraan dan kesehatan.
Jadilah seperti Mak Domu di "Ngeri-Ngeri Sedap" dan Bu Prani di "Budi Pekerti". Walaupun Mak Domu sering tidak setuju dengan ideologi Pak Domu yang tidak setuju anak-anak lelakinya menikah dengan orang Sunda, bekerja sebagai pelawak di televisi, dan mengurus orang lain di luar kota, beliau tetap menyayangi mereka, yaitu Domu, Gabe, dan Sahat. Walaupun Bu Prani menjadi korban kekejaman warganet karena membentak seseorang yang menyela antrean saat membeli kue putu di Jogja, beliau tetap seorang family woman yang menyayangi kedua anaknya, Tita dan Mukhlas. Ibu yang baik sudah pasti sayang anak.
Jadilah seperti Jun Kazama dari serial Tekken, seorang ibu yang senantiasa mengajarkan putra semata wayangnya, Jin Kazama, bahwa kekuatan seorang Kazama mengasuh kehidupan dan membersihkan kejahatan. Tanpa bantuan seorang Jun, takkanlah Jin bisa menghapuskan pengaruh Gen Iblis darinya dan Kazuya Mishima. Karena seorang ibu yang baik sudah pasti senantiasa mengajarkan yang baik-baik kepada anaknya, supaya anaknya juga tumbuh menjadi anak yang baik-baik.
Tetapi yang penting, jadilah seperti Dewi Sartika dan RA Kartini, dua tokoh emansipasi wanita Indonesia, yang mana mereka berjasa dalam memperjuangkan pendidikan bagi kaum wanita dan kesetaraan gender.
Sebagaimana kata hadis:
"Sesungguhnya Allah berwasiat tiga kali kepada kalian untuk berbuat baik kepada ibu kalian, sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada ayah kalian, dan sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada kerabat yang paling dekat kemudian yang dekat." (HR. Ibnu Majah)
- Selamat Hari Ibu 2024 -