Mohon tunggu...
Yudhistira Mahasena
Yudhistira Mahasena Mohon Tunggu... Freelancer - Desainer Grafis

Ini akun kedua saya. Calon pegiat industri kreatif yang candu terhadap K-pop (kebanyakan girl group) dan Tekken.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Daddy Blues: Tidak Ada Ayah yang Gagal Menjadi Ayah

13 Desember 2024   18:49 Diperbarui: 13 Desember 2024   18:49 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bismillahirrahmanirrahim.

Akhir-akhir ini ramai pembahasan mengenai daddy blues. Daddy blues adalah kondisi mental di mana seorang lelaki merasa cemas, stres, atau depresi karena meragukan kemampuannya menjadi seorang ayah setelah anaknya lahir.

Begini. Saya berusia 25 tahun. Memang di usia tersebut untuk lelaki seharusnya sudah cukup umur untuk menikah. Anak lelaki dewasa biasa disebut pria, sedangkan anak perempuan dewasa biasa disebut wanita. Pria dan wanita menikah untuk mendapatkan anak. Anak kita dilahirkan bukan melalui seekor bangau. Anak dikandung oleh ibunya selama 9 bulan 10 hari sebelum lahir ke dunia. Dan pastinya anak akan tumbuh besar berkat cinta dan kasih sayang orangtuanya. Kasih sayang orangtua terhadap anak tiada habisnya, lebih-lebih kasih sayang ayah terhadap anaknya.

Semua ayah pasti berhasil membesarkan anak-anak mereka dengan cara mereka sendiri. Mungkin anak-anak mereka hanya bisa sekolah sampai SMP atau SMA, tetapi ada juga ayah yang berhasil menyekolahkan anak-anaknya jauh-jauh dan tinggi-tinggi.

Intinya, seiring anak bertumbuh besar, pola pikir mereka pasti akan maju mengikuti zamannya. Jika anak kita nanti jadi pintar dan jago berpikir, kita jangan marah. Ingat, jika anak berkembang, maka orangtua juga harus berkembang. Menjadi ayah itu tidak ada gagal atau tamatnya; harus belajar terus.

Sering ada anak yang merasa gagal menjadi anak ayahnya karena malu tidak bisa menggapai ekspektasi mereka, tetapi tidak ada ayah yang gagal menjadi ayah. Dan tidak ada yang sempurna atau selalu berhasil; kita pasti pernah gagal. Namun, gagal bukan berarti menyerah. Hidup itu bukan tentang bagaimana kita menghindari dan menyerah pada kegagalan, namun bagaimana kita bangkit dari setiap kegagalan.

Seorang ayah wajib mendidik anaknya hingga sukses dan mendapatkan pekerjaan yang layak. Bila anak salah, kita sebagai ayah berhak menegur dia agar mengingatkan dia akan kesalahan yang dia perbuat. Tetapi, jangan sampai memukul atau melakukan kekerasan fisik. Membentak juga tidak boleh. Sebagai ayah zaman now, kita harus belajar bahwa pola didik seorang ayah akan berpengaruh pada mentalitas anaknya saat dia dewasa. Jika kita sebagai ayah bisa membesarkan anak kita dengan penuh kelembutan, maka anak kita akan tumbuh menjadi anak yang senantiasa bersikap lemah lembut pula. Jika kita sebagai lelaki melakukan kesalahan dalam mendidik anak, teruslah introspeksi diri dan jangan merasa gagal menjadi ayah.

Sekali lagi, tidak ada ayah yang gagal menjadi ayah.

Tabik,
Yudhistira Mahasena

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun