Mohon tunggu...
Yudhistira Mahasena
Yudhistira Mahasena Mohon Tunggu... Freelancer - Desainer Grafis

Ini akun kedua saya. Calon pegiat industri kreatif yang candu terhadap K-pop (kebanyakan girl group) dan Tekken.

Selanjutnya

Tutup

Music

Mengenang A.T. Mahmud, Sang Maestro Musik Anak Indonesia dan Otak di Balik Lagu-lagu Tasya Kamila

3 Oktober 2024   14:04 Diperbarui: 3 Oktober 2024   14:58 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Musik. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Bismillahirrahmanirrahim.

Sebelumnya kita mulai dengan sebuah prolog. Dalam waktu dekat saya akan genap berusia 25 tahun, namun sedari dulu hingga sekarang saya masih menggemari lagu anak-anak. Dan tidak salah jika orang dewasa seperti saya dan Anda menyukai lagu anak-anak.

Masa kecil Anda mungkin dihabiskan dengan mendengarkan lagu-lagu karya beliau, mulai dari "Aku anak gembala", "Kereta apiku", "Ambilkan bulan", "Bintang kejora", dll. Kini, tidak ada lagi lagu anak yang bisa diciptanya, namun demikian legacy-nya terus hidup sebagai salah satu maestro musik anak Indonesia. Beliau adalah A.T. Mahmud, singkatan dari Abdullah Totong Mahmud. Setiap 3 Oktober diperingati sebagai hari ulang tahun beliau.

Eyang Ate, begitulah beliau biasa disapa, merupakan anak kelima dari sepuluh bersaudara pasangan Pak Masagus Mahmud dan Bu Masayu Aisyah. Lahir di Palembang, Sumatera Selatan, pada 3 Oktober 1930 dengan nama Masagus Abdullah Mahmud, beliau memiliki nama kecil "Dola" yang diberikan oleh kedua orangtuanya. Di rumah, kampung, dan di kalangan teman sekolahnya, Eyang Ate dikenal dengan nama Totong, yang merupakan asal-muasal nama pena-nya: Abdullah Totong Mahmud, disingkat A.T. Mahmud.

Eyang Ate pertama menemukan kecintaannya pada musik saat masuk SD ketika tinggal di 9 Ilir, kemudian pindah ke Hollandsch-Indische School (HIS) 24 Ilir. Saat itu, saat pelajaran seni musik, gurunya memperkenalkan notasi dari urutan do rendah hingga do tinggi dengan kata-kata "do-dol-ga-rut-e-nak-ni-an". Kemudian, urutan nadanya dibalik, dari tinggi hingga rendah dengan kata-kata "e-nak-ni-an-do-dol-ga-rut".

Karir mencipta lagu Eyang Ate dimulai pada tahun 1962, ketika beliau ditugaskan kuliah di Sydney, Australia selama setahun. Setahun kemudian beliau mendaftarkan diri pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Jakarta, yang sekarang menjadi Universitas Negeri Jakarta, untuk melanjutkan studi hingga sarjana. Pada tahun yang sama beliau dipindahtugaskan ke Sekolah Guru Taman Kanak-kanak (SGTK) di Jalan Halimun, Jakarta Selatan. Di sinilah beliau menemukan lahan subur untuk mengembangkan bakat musiknya, khususnya mencipta lagu anak-anak.

Dari situ beliau meninggalkan kuliah bahasa Inggris, keluar dari FKIP, dan menekuni musik. Eyang Ate pun mempelajari lagu anak-anak yang sudah ada, seperti karangan Ibu Sud, Pak Dal, dan Pak Kasur. Maka dari situ pula, lagu-lagu klasik seperti "Main ayunan", "Pelangi", "Ambilkan bulan", dan "Amelia" lahir, semua berdasarkan pengalaman pribadi Eyang Ate sendiri.

Sekitar bulan Oktober 1999, seorang pencipta lagu anak dengan nama Bu Seli T. Pontoh dari Sony Music bertamu ke rumah Eyang Ate, bersama dengan penata musik, Bu Dian Hadipranowo yang ternyata pernah menjadi guru piano cucu Eyang Ate, Sasti. Bu Seli menjelaskan hajatnya bertemu dengan Eyang Ate: pertama, ingin berkenalan dengan beliau; kedua, Sony Music bermaksud meluncurkan album perdana lagu anak-anak di bawah label Sony Wonder. Saat itu dirasakan bahwa lagu anak-anak yang ada di pasaran pada umumnya adalah lagu anak-anak yang "lain", berbeda dengan lagu-lagu yang pernah diciptakan oleh nama-nama seperti Eyang Ate, Ibu Sud, dan Pak Kasur.

Memang, tahun 90-an bermunculan artis-artis seperti Trio Kwek Kwek, Maissy Pramaisshela, Enno Lerian, Chikita Meidy, Bondan Prakoso, Joshua Suherman, dll. Lagu-lagu seperti "Tanteku"-nya Trio Kwek Kwek, "Semua ada di sini"-nya Enno Lerian, dan "Si lumba-lumba"-nya Bondan Prakoso mengubah kahasanah lagu anak Indonesia untuk selamanya, dan Sony Music ingin memunculkan kembali lagu anak-anak yang dahulu akrab di telinga anak Indonesia. Mereka yakin bahwa di kalangan orangtua pada umumnya, ada rasa kerinduan akan lagu-lagu semacam itu.

Eyang Ate sangat senang lagu-lagu karangannya diperhatikan. Beliau segera menyerahkan sejumlah koleksi lagu ciptaannya yang kebetulan telah difotokopi dari naskah asli. Maka, menjelang Mei 2000, Sony Music memilih 15 lagu dengan menggaet Tasya Kamila, yang saat itu berusia 8 tahun, dengan tatanan musik oleh Bu Dian Hadipranowo. Ke-15 lagu tersebut terkumpul dalam album "Karya Abadi A.T. Mahmud", berisi lagu-lagu seperti "Libur telah tiba", "Aku anak gembala", "Barisan musik", "Paman datang", dll.

Nama Tasya Kamila pun kian melejit, menyaingi Sherina Munaf di kala itu. Namun bedanya, lagu-lagu Sherina diciptakan oleh mendiang Om Elfa Secioria, otak di balik lagu seperti "Andai aku telah dewasa", "Kembali ke sekolah", "Pelangiku", "Lihatlah lebih dekat", "Balon udaraku", dan "Aku beranjak dewasa". Sedangkan Tasya punya Eyang Ate sebagai otak di balik lagu-lagu yang mengantarkannya ke superstardom. Keduanya kini telah dewasa, dan kita yang besar dengan lagu-lagunya pula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun