Diera ini, faktor daya ungkit yang membedakan adalah kecepatan kerja teknologi informasi. Hal yang dulu nampak biasa saja, kini dengan mudah menjadi sebuah bahan viral.
Persaingan terjadi dari arah yang tidak diduga sebelumnya. Abad kelincahan, dimana sebuah momentum sangat ditentukan oleh berapa besar kecepatan ungkit yang dimilikinya.
Disemua lini, perubahan bentuk kehidupan berlaku, pembelian tiket tanpa fisik, pembelajaran tidak terbatas ruang kelas. Bahkan artis bukan lagi yang memiliki karya terbaik, namun disukai oleh banyaknya fans.
Era popularitas menjadi penentu, jumlah followers menjadi pembeda. Pendatang baru muncul membawa ketertarikan tersendiri. Fenomena artis youtubers dan selebritas medsos menjadi sebuah genre baru.
Terkadang kecepatan teknologi membuat kita tidak sempat untuk melakukan verifikasi informasi yang datang silih berganti.
Bahkan pemerintah dan majelis ulama pun membuat rambu-rambu aturan dalam menggunakan teknologi.
Kekhawatiran akan kepungan berita bohong yang akan menang dibenak masyarakat, mengasumsikan bahwa kebenaran yang ada memang terlalu lemah untuk diargumentasikan.
Bahkan pekerjaan diseputar teknologi sosial media yang menjadi sarana percepatan momentum untuk sebuah produk ataupun jasa tercipta. Sebut saja social media manager, content officer, dan berbagai jabatan pekerjaan baru yang muncul diera digital.
Viralitas layaknya popularitas pada dunia maya menjadi mantra sakti untuk mendulang perhatian dan dapat berujung pada nilai nominal.
Bagaimana kemudian brand berada diera yang serba cepat dan instant ini? Adakah viralitas mampu menciptakan awareness dan sales yang signifikan?.
Pada beberapa waktu lalu kita terkekeh melihat iklan es krim dengan tipe kolosal yang dikombinasikan dengan gaya kekinian dan update.