Beberapa hal yang berkaitan dengan proses penerimaan murid baru, pada semua level pendidikan dengan menggunakan metode online menuai kritik. Tapi hal tersebut sudah selaras dengan era dan jaman yang serba digital saat ini.
Indikasi akan titik lemah dan potensi kecurangan harus segera diperbaiki agar proses yang transparan dan berkeadilan berlaku secara terbuka bagi seluruh pihak terkait.
Problemnya yang kemudian luput dari peliputan adalah nasib sekolah swasta yang menjadi bagian dari aktor pendidikan nasional, namun saat ini hanya berorientasi menjadi pelengkap pendukung semata.
Sejumlah sekolah swasta, khususnya yang berkategori kecil dengan target segmentasi middle to low income menjadi terpinggirkan.
Dalam konteks persaingan alamiah, maka lambat laun ketersisihan dalam upaya beroleh murid baru menjadikan sekolah swasta kecil semakin menghilang.
Padahal keberadaan sekolah swasta pada masanya, telah menjadi alernatif jalur pendidikan negeri yang tidak bisa diakses secara meluas.
Seiring waktu, kapasitas kemampuan pemerintah bertambah dan hal tersebut kemudian membuat institusi pendidikan alternatif yang diinisiasi pihak swasta menjadi terjepit.
Anjuran pemerintah untuk melakukan peleburan dan penggabungan merupakan rekomendasi persuasif, sifatnya arahan semata.
Pemerintah semestinya paham bila tidak dikelola dengan baik, peran serta sekolah swasta tentu akan terkikis dengan sendirinya.
Dibanding harus menginstruksikan penutupan bagi sekolah swasta kecil yang semakin tertekan karena persaingan, pemerintah mengambil jalan berputar. Seolah buying time atas realita, bahwa pertambahan kapasitas sekolah negeri tidak menyisakan jumlah peminat yang cukup bagi kehidupan sekolah swasta.
Berjalannya kemampuan operasional sebuah sekolah tentu saja didukung oleh financial supporting system yang memadai.