Dalam keseharian beraktifitas, satu yang tidak bisa ditinggalkan selain berdoa kepada Sang Kuasa, maka kopi menjadi pembuka pagi, sebagai pemberi boost energi untuk dapat mengawali hari dengan penuh semangat, mencari rejeki dihamparan permukaan bumi. Toh kita hanya perlu berusaha, untuk membuktikan keseriusan kita dalam menjemput berkah yang telah dipersiapkan Illahi.
Sesuai dengan kebiasaan saya, jenis kopi apa pun yang tersedia harus menjadi awalan hari, aroma nan semerbak yang timbul dari pertemuan air panas dan kopi hitam sangat menggoda, dan biasa dimulai dengan menyeruput kopi secara pelan dan perlahan menghindari rasa panas dibibir dengan tambahan gula yang membuat rasa kopi menjadi lebih sempurna.
Bahkan hingga teguk terakhir, fase closing dalam meminum kopi pun diakhiri dengan sesapan yang mengincar air kopi diantara ampas yang telah turun kedasar cangkir. Pelan serta perlahan dan tandas. Ah, lengkap sudah proses ritual berlaku dengan kopi di pagi hari, dan sebagai penikmat saya bisa menikmati baik kopi hitam maupun yang lebih modern seperti Cappucino beserta derivatifnya.
Satu yang pasti kebiasaan meminum kopi mengingatkan saya akan perjalanan pulang ke kampung mertua di Pulau Belitong, ya didaerah bernama Manggar itu dikenal sebagai lokasi berjuluk Kota 1000 Kedai Kopi, dan deretan toko kopi berjajar rapi sepanjang jalan menawarkan pengalam baru berkopi yang menantang selera, ah nikmat sekali rasanya dan tidak ingin kembali bila sudah disana.
Jangan pernah bayangkan tampilan outlet seperti coffe shop modern yang dingin dan wangi, toko kecil di Pulau laskar Pelangi itu tetap menjaga kebersihan namun memang skalanya adalah toko tradisional, proses merejang kopi dalam area rebusan besar dengan saringan yang panjang, ditambah dengan krim susu kaleng yang langsung ditambahkan, meski bukan barista bersertifikat yang harus menempuh pendidikn khusus diluar negeri, tetapi kemampuan para peracik dalam ramuan kopi yang disajikan terlahir dari kebiasaan keseharian.
Hasilnya yang ditampilkan dalam cangkir itu pun terhidang dengan indah, yang pasti tidak bisa dilupakan adalah rasanya. Memang, produk kopi disini hanya akan terasa pas bila dikonsumsi dilokasi, karena suasananya yang berbeda. Sekali lagi, sentra kuliner seperti toko kopi tradisional di kota Manggar seharusnya dapat menjadi sebuah ikon dari destinasi wisata yang memberikan dampak ekonomi lanjutan bagi warga disekitarnya.
Deretan kedai kopi disana, adalah spot bagi warga disana untuk bersosialisasi, berkumpul mungkin sedikit berdiskusi sembari menonton acara televisi. Maklum saja, karena tiada pusat perbelanjaan modern yang berdiri disana, dan kerukunan dalam kedai kopi menyatukan semua bagian masyarakat. Ditambah penganan kecil yang tersedia, menikmati kopi menjadi sebuah upaya dari proses berbudaya dan sosialisasi secara berkelanjutan.
Ah, kopi memang membawa kehangatan, sehangat airnya, senikmat rasanya, seharum aromanya, meski hitam tidak selamanya berarti awan gelap, karena kopi dan produk turunannya adalah pembuka semangat pagi bagi saya setidaknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H