Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Sate Tandingan! Blusukan Napi KPK dan Doing Business World Bank

31 Oktober 2014   12:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:04 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Problematika politik tanah air berkembang secara tidak terkendali, setidaknya beberapa pencermatan atas issue yang laris diangkat melalui media massa menarik untuk dibahas.

Ditangkapnya tukang sate atas konten pornografi Jokowi terasa tidak seimbang dengan penanganan atas kerangka sistemik kampanye hitam ala "Obor Rakyat".

Lebih jauh lagi, bully pada media sosial memang telah menjadi sebuah instrumen baru dalam membangun konsensus publik, problemnya harus ditempatkan pada soal kredibilitas sumber.

Riuh rendah nan bising yang dihasilkan netizen ketika berlangsung secara anonymous tidak perlu ditanggapi berlebih, prinsipnya "action speaks louder than just a word".

Terasa menjadi sebuah ironi ketika pada saat yang bersamaan, diberitakan bahwa terdapat napi KPK yang juga mantan Walikota serta politisi dapat melenggang leluasa pada periode masa tahanannya.

Hukum itu buta, dan kebutaan itu justru tidak menjadikan prinsip keadilan secara seimbang, melainkan kemudian menyasar secara timpang mereka yang ada didasar tangga kekuasaan (baca: rakyat kecil) dengan perlakuan pengguna tangga kekuasaan (baca: elit).

Belum lagi soal friksi yang nampaknya tidak bisa terdamaikan antar koalisi partai politik ditingkat parlemen, bahkan terbentuk struktur tandingan dan kelengkapan disusun untuk memastikan kuasa politik.

Bangsa ini telah disekat seolah hanya menjadi kepentingan kedua koalisi partai politik yang berseteru dalam ajang PilPres terdahulu, dan hal tersebut sangat berbahaya karena mempertaruhkan nasib masa depan bangsa secara keseluruhan.

Suara ancaman dengan komparasi serupa di parlemen tentang Presiden dan Kabinet tandingan adalah hal yang mengerikan serta berbahaya.

Doing Business in Indonesia?

Carut marut wajah perpolitikan domestik dengan dinamika yang semakin tidak sehat jelas akan membuat kebuntuan politik tersebut menyandera kemampuan ekonomi kita.

Tengok saja posisi Indonesia yang terpuruk jauh dibandingkan negara tetangga dikawasan Asia Tenggara dalam jejak Doing Business 2015 dari laporan Bank Dunia, hal ini terkait dengan kemudahan berbisnis disuatu negara.

Posisi ke-114, hal itu adalah prestasi yang diukir negeri ini, menjadi sebuah kondisi yang berbalik bila dibandingkan dengan peringkat Singapura (1), Malaysia (18), Thailand (26), Vietnam (78), Filipina (95) serta Brunei (101).

Ranking Indonesia hanya lebih baik dibandingkan atas Kamboja (135) Timor Leste (172) dan Burma (178), bila sudah demikian apakah kita masih akan tetap kisruh didunia politik?

Kendala ekonomi akan semakin mengemuka, jauh lebih besar dibandingkan problem politik, kita membutuhkan stabilitas politik, kepastian hukum, kemudahan perijinan, pemerintahan yang bersih serta perbaikan infrastruktur.

Kondisi tersebut, menjadi prasyarat agar kemudahan bisnis dapat berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Bila kesadaran mengenai hal itu sudah dengan gamblang dipahami, harusnya riak gelombang politik yang tidak bertujuan bagi kepentingan publik sudah seharusnya dihentikan, saatnya bekerja harus dimulai semua pihak tanpa terkecuali, karena kita hendak melangkah kedepan bukan terpaku atas hasil dimasa lalu. Let's Move On.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun