Sesungguhnya, korelasi politik dan ekonomi terjadi demikian erat, namun tendensi atas salah satu faktor diantara keduanya akan memberikan hasil akhir yang berbeda. Dimana letak posisi Indonesia saat ini? Apakah politik mendominasi ekonomi, ataukah ekonomi men-subordinasikan politik?.
Era demokrasi terbuka pasca kepemimpinan otoritarian memang menyebabkan Indonesia kontemporer berada dalam posisi volatil, dimana stabilitas dan keseimbangan tidak pernah tercapai serta terjadi dalam waktu yang panjang, hanya sementara untuk kepentingan jangka pendek.
Beberapa pelajaran dibelahan negara dunia memberikan pembelajaran penting bagi kita. Ambil contoh Singapura yang miskin sumberdaya alam namun menempatkan kekuasaan dalam kepentingan dan motif ekonomi mengejar pertumbuhan serta kemakmuran dibandingkan demokrasi diranah politik.
Atau lihat saja negara-negara sub sahara Afrika, layaknya Kongo yang kemudian memiliki kekayaan sumberdaya alam nan melimpah, tetapi luluh lantak karena perang saudara akibat motif politik kekuasaan yang menguntungkan kepentingan kelompok tertentu.
Bagaimana kita melihat kasus secara berturutan para aktor politik ditingkat elit politik nasional ditetapkan sebagai tersangka untuk tindak pidana korupsi, yang kemudian berkaitan dengan pelaksanaan berbagai kegiatan ekonom ditingkat daerah? Kini politik menjadi sarana menjangkau pundi ekonomi.
Lalu apa hubungan konsepsi politik diranah ekonomi dalam RAPBN 2016? Bagaimana kebijakan ekonomi sebagai fungsi eksekutif berbagi posisi tawar dengan legislatif untuk persoalan ekonomi langsung yang menentukan hajat hidup orang banyak?.
Anggaran Titipan
Belum selesainya persetujuan legislatif atas RAPBN 2016 ajuan pemerintah, mendekati limit diakhir Oktober membuka ruang yang mengkhawatirkan, terlebih asumsi RAPBN 2016 masih menganut prinsip defisit yang dibalancing dengan menggunakan pinjaman baik dari dalam maupun luar negeri.
Tarik ulur persetujuan RAPBN 2016 tidak pelak menimbulkan prasangka, hal itu kemudian secara koinsidensi bertepatan dengan operasi tangkap tangan anggota legislatif untuk memuluskan anggaran belanja ditingkat daerah. Sebuah kejadian yang bisa saja bukan sekedar kebetulan semata.
Celah-celah negosiasi dalam alokasi RAPBN 2016 masih sangat mungkin dipermainkan untuk kepentingan sesaat. Dengan menutup mata, aroma utak-atik anggaran dengan muatan khusus bisa jadi dilakukan, atas nama konstituen dan daerah representatif sebagai tempat asal pemilihan para anggota legislatif tersebut.
Semoga saja pola pikir konspirasi sedemikian tidak terjadi diranah nyatanya, kita tentu berharap para wakil rakyat memang tengah bersungguh-sungguh menguji RAPBN 2016 untuk kepentingan masyarakat secara meluas.