Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Palak atau Pajak UKM?: Strategi Deepning vs Spreading

25 Februari 2015   11:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:32 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu aspek yang penting dalam pemahaman pajak adalah instrumen fiskal ini menjadi penopang pembiayaan yang masuk dalam kategori pendapatan negara, dimana nantinya akan dipergunakan sebagai sources dalam kebutuhan pembelanjaan nasional itu sendiri.

Bentuk penerimaan pajak yang digagas sebagai terobosan oleh pemerintah adalah pengenaan pajak sebesar 1% bagi klasifikasi Usaha Kecil Menengah -UKM, dihitung berdasarkan omset tanpa memandang posisi untung maupun rugi, hitungan pro-rata ini berlaku dan dikenakan bagi sektor UKM dengan omset mencapai Rp4.8miliar/ tahun atau Rp400juta setiap bulannya.

Pemerintah melihat hal ini sebagai bentuk dari upaya meningkatkan pendapatan pajak sekaligus memperbesar persentase golongan wajib pajak yang baru diangka tidak lebih dari 10%. Namun kebijakan ini jelas menjadi sebuah hal yang perlu di-review dalam kerangka strategi penerimaan keuangan negara, menyasar si kecil atau mengejar si besar?.

Siasat Pendalaman atau Melebar

Tidak ada yang lebih baik diantara kedua opsi pasa sub-judul diatas, karena keduanya memiliki keunggulan dan kelemahan yang sebanding, namun pilihan yang bijaksana harus ditempatkan pada keputusan yang menimbulkan efek negatif terkecil tentunya.

Kita selama ini dibuai dengan peningkatan nett income perkapita yang mencapai U$4.700, padahal jumlah pengusaha sebut saja entrepreneur lokal masih terbilang kecil, dibawah rasio ideal 2% dari total populasi sebuah negara.

Logika linier yang dapat dikonstruksikan adalah dengan ditopang oleh para wirausahawan ini, ekonomi riil dapat bergerak dengan melibatkan seluruh mesin ekonomi, mengikutsertakan paa pencari kerja dan menghidupkan roda perekonomian secara agregat nasional.

Dengan kerangka berpikir tersebut, maka pemerintah sebagai bagian dari pengambil keputusan dan kebijakan sudah seharusnya memberikan ruang yang cukup untuk bergerak bagi para calon entrepreneur, bahkan perlu disarankan untuk memberikan stimulus dan insentif, termasuk akses permodalan serta pengetahuan sebagai knowledge bisnis.

Bagaimana dengan dilema pajak? Penerimaan negara yang dapat menjadi persoalan dis-insentif bagi para pengusaha pemula? Disinilah langkah bijak harus ditetapkan, termasuk melihat baik-buruk impak yang dihasilkan.

Start up harus ditumbuh kembangkan, diberikan perlindungan dan dibiakkan agar membangun lapisan pengusaha baru, bila kemudian para entrepreneur muda ini sudah diharapkan memberikan dampak bagi penerimaan pajak tentu hal yang tidak tepat.

Berdasarkan siklusnya UKM baru akan sampai pada tahap stabil setelah 3 tahun, dimasa-masa awal hampir 80% start up berakhir gagal dan tidak berlanjut dikemudian hari. Kalau sudah begini, apa lagi yang bisa kita harapkan bagi pertumbuhan ekonomi yang didorong secara bottom up dan organik.

Alih-alih mendalami potensi kecil dilapisan bernama usaha kecil, agaknya pemerintah perlu memperbesar akses pajak dari wajib pajak besar. Perlu dipastikan apakah benar potensi perusahaan kelas kakap diberbagai industri yang menguasai hajat hidup telah berlaku jujur terhadap ketaatan pajak?.

Penting untuk ditanyakan kembali apakah potensi pajak disektor korporasi telah digali semaksimal mungkin? Menurut pendapat pribadi, daripada dikembangkan secara serampangan sebaiknya didalami potensi yang belum optimal, karena bisa jadi potensi tidak teraktualisasi karena ada rekayasa, kolusi dan kongkalikong yang menggerogoti penerimaan negara, bisa jadi? Jangan jadikan kaum ikan teri diperlakukan bak ikan paus.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun