Sekali lagi tentang merek! Tanpa bermaksud berpolemik tentang penggerebekan gudang beras yang diindikasikan tidak sesuai antara data kemasan dan realitanya, termasuk meninggalkan persoalan pengakuan beras premium yang ditengarai sebagai beras subsidi, maka persoalan pengelolaan merek menjadi menarik dalam membedah kasus tersebut.
Pada sebuah merek, maka asosiasi atas sebuah produk/ jasa dilekatkan. Brand atau merek sendiri adalah identitas pembeda dari sebuah produk didalam pasar.
Lalu mengapa beras ayam jago kemudian dapat dijual dengan harga premium? Bahkan lebih tinggi dari harga beras sejenis lainnya.
Pertama: karena mereknya mendekatkan persepsi kualitas atas produk dengan sangat baik. Kriteria akan beras bersih, wangi bahkan pulen dapat diwakilkan oleh beras tersebut.
Performa produk kerapkali berbeda antara bahasa promosi dengan kinerja produk sesungguhnya. Namun ketika merek telah sampai pada level alam bawah sadar konsumen, maka kinerja sesungguhnya dapat diabaikan.
Kedua: dalam upaya menciptakan nilai yang dituju oleh merek beras tersebut, maka produsen membuat packaging alias kemasan sebagai daya dukung merek.
Kemasan nan menarik, dengan simbol dan tagline yang secara tampilan visual mampu membangun impresi sebagai kesan mendalam sebuah produk bagi konsumennya. Produk melakukan distorsi antara kebutuhan (needs) dan keinginan (wants).
Stimulasi dan edukasi diperlukan dalam upaya membangun persepsi kualitas, hal tersebut adalah proses yang dilakukan merek dalam upaya memperkuat nilai yang dimilikinya.
Ketiga: saluran distribusi, mekanisme pemenuhan kanal penyaluran produk dilakukan baik pada modern ataupun traditional market. Meski respon pada traditional market dianggap tidak terlalu bagus, maka penjualan terbesar mungkin diperoleh pada modern market.
Pertumbuhan pada segmen pasar modern, sejalan dengan pertambahan lapisan kelas menengah didalam negeri, sehingga memungkinkan volume penjualan meningkat.
Keempat: penetapan premium price adalah langkah yang tepat untuk meningkatkan asosiasi merek akan kualitas produk. Kemampuan strategi dalam penentuan harga tentu didasarkan atas pencermatan pada lapis sasaran konsumen yang menjadi target pasar. Karena lapis dasar asumsi pembelian adalah harga yang mahal identik dengan kualitas.