Perumusan strategi yang diinisiasi oleh Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), dalam upaya memperkuat evaluasi ketahanan energi dalam negeri tentu sesuai yang perlu diapresiasi, namun demikian implementasi dari konsepsi gagasan tersebut perlu dijadikan sebagai panduan kerja dalam kerangkan kabinet pemerintahan terpilih mendatang.
Problematika energi memang membelit bangsa ini, bagaimana tidak, negeri yang sudah berubah menjadi peng-import minyak bumi ini mengandalkan konsumsi bahan bakar melalui pmbelian dari mancanegara yang menggunakan nilai acuan terhadap harga komoditas dunia berbasis valuta asing.
Senjangnya kebutuhan domestik dibandingkan kemampuan produksi energi lokal menyebabkan kerapuhan energi, terbilang Bahan Bakar Minyak yang dipergunakan pada sektor transportasi dan sumber energi industri serta pembangkitan listrik berkontribusi pada dampaknya atas anggaran negara.
Penjualan bahan bakar yang masih menggenakan skema subsidi dalam transaksi penjualan BBM oleh negara menyebabkan negara ini harus mengalokasikan skema anggarannya dalam menambal kebutuhan subsidi, dan hal tersebut dalam logika kumulatif menyebabkan terjadinya defisit anggaran.
Sialnya, defisit tersebut pun direserve dengan menambah jumlah pinjaman luar negeri. Lebih jauh lagi, posisi budget subsisi BBM bahkan dalam komposisi dominan bila dihadapkan dengan anggaran infrastruktur yang diharapkan menjadi lokomotif bagi peningkatan dan pemerataan pembangunan.
Pada esensinya Skenario Bandung memperkenalkan konsepsi perbaikan atas design ketahanan energi Indonesia dimasa mendatang dengan format: