Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kecerdasan Buatan dan Refleksi Pendidikan kita

10 Mei 2017   14:32 Diperbarui: 10 Mei 2017   16:06 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mengkhawatirkan! Beberapa waktu terakhir, upaya manusia untuk menciptakan super komputer yang dirancang guna mampu membantu meringankan rutinitas. Disamping itu, kecerdasan buatan ini pula diharapkan dapat sekaligus memecahkan persoalan yang timbul dalam keseharian manusia, terutama melalui rangkaian algoritma serta bahasa program yang rumit, tidak ubahnya bagaikan sebuah cerita fiksi futuristik.

Era digital medisrupsi banyak hal dalam sendi kehidupan dan perilaku kita. Teknologi menciptakan akses informasi yang terbuka, sekaligus menstimulasi pembentukan kreasi baru yang bersesuaian. Transformasi analog ke abad digital, membuat banyak pihak mulai beradaptasi dengan pola serta cara baru. Meski dampak produktifitas belum tampak mencuat, tetapi bentuk relasi baru telah terjadi dan berbeda atas konsepsi sebelumnya.

Kita tampak tergagap melihat aplikasi Uber dan Gojek, sementara itu kita juga dibuat terbelalak dengan kemampuan fintech ala crowdfunding KitaBisa.com. Tatanan dunia baru telah mulai dirintis. Dalam skala kecil, upaya mensimplifikasi kehidupan dan permasalahan manusia, dirumuskan melalui skema penggunaan robotik bahkan drone. Meski belum terlalu menjadi pilihan utama, seiring waktu format baru akan dibentuk termasuk diantaranya membangun kecerdasan buatan.

Periode Human to Human Relations akan segera beralih memasuki masa transisi Human to Machine Relations. Pada tingkatan lanjutan, interaksi yang menjadi citra atas representasi manusia akan diwakilkan oleh mesin hingga membentuk Machine to Machine Relations.

Kenapa Khawatir?Pendidikan adalah KUNCI

Tentu saja kita tidak hendak mencoba meramal bentuk kehidupan manusia dimasa depan. Karena sifatnya masih terlalu asumtif. Menjadi mengkhawatirkan adalah ketika manusia justru tidak mampu menundukkan teknologi yang dibentuknya sendiri. Kemudahan kerap berujung kemalasan, hal ini mengakibatkan tidak terdapatnya keinginan lagi untuk berusaha mencapai titik tertinggi.

Ketimbang memprediksi masa depan, karena yang terpenting adalah mempersiapkan kondisi kita saat ini. PENDIDIKAN adalah solusi pamungkas dalam mengatasi potensi buruk kecerdasan buatan tersebut. Sesuai dengan tema dunia pendidikan kita, dimana pemerintah berkehendak menciptakan sistem pendidikan merata dan berkualitas, maka saat ini kita membutuhkan perkuatan atas fundamental dunia pendidikan kita.

Perbaikan dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif, termasuk dalam penegasan tentang upaya mengatasi potensi artificial intellegence dimasa depan. Mengapa? Karena, hanya pendidikan terintegrasi dan paripurna, yang akan mampu menghadirkan kompetensi softskill dan hardskillbagi kehidupan kemanusiaan itu sendiri. Keseimbangan antara aspek keilmuan praktis dan membangun sentimen kemanusiaan, harus dapat disinergikan sebagai tujuan dari implementasi pendidikan.

Sayangnya pendidikan kita masih belum beranjak jauh, peringkat 108 ditingkat dunia, bahkan hanya menempati posisi ke 5 dari seluruh negara Asia Tenggara. Meski kita berkuasa dalam jumlah sumberdaya manusia, tetapi belum teroptimalisasi dalam konteks kemampuan pengetahuan sebagai sebuah kekuatan akan kekayaan total penduduk.

Walhasil situasi ini memang menjadi mengerikan, abad yang Volatile, Uncertain, ComplexdanAmbiguedimasa depan akan bermasalah, bila problem elementer pendidikan kita belum dibenahi. Metode baru dalam dunia pengajaran harus dikembangkan. Pilihan keilmuan yang dikembangkan harus dapat aplikatif atas kebutuhan lokal, utamanya mempersiapkan perubahan dimasa depan.

Persoalan kecerdasan buatan dimasa mendatang, tidak perlu dibayangkan layaknya penjajahan mesin atas manusia, seperti dalam berbagai skenario fiksi. Karena sesungguhnya manusia bertanggungjawab pada dirinya sendiri, untuk mempergunakan berbagai tools dalam kehidupannya, dan dikelola secara bertanggungjawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun