Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Oposisi dalam Rekonsiliasi

17 Februari 2024   17:26 Diperbarui: 19 Februari 2024   14:15 854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Fungsi oposisi dalam pemerintahan. (Sumber: kpu.go.id/Humas KPU via kompas.com)

Pernyataan akan merangkul sebagai kerangka rekonsiliasi, merupakan hal yang wajar dari pemenang kontestasi politik. Gula-gula ini selalu menjadi magnet penarik partai yang berseberangan untuk masuk dalam radar orbit dan kutub yang sama dalam poros kekuasaan.

Pada intinya, kekuasaan menawarkan banyak hal bagi partai politik, termasuk tentang kewenangan untuk mengelola sumberdaya struktur jaringan sebagai modal sosial bagi partai, hingga akses finansial. Politik pada tataran ini, hanya menjadi siklus lima tahunan semata dan berbagi kuasa.

Kita boleh jadi kehilangan ruh politik dalam demokrasi, sebagaimana Aristoteles menyebutnya sebagai upaya untuk mencapai kebaikan bersama --bonum commune. 

Semakin mendekatkan diri pada konsep menghalalkan segala cara, untuk sampai pada tampuk kekuasaan, layaknya prinsip Machiavelli.

Politik lantas tampak sebagaimana Laswell menyebut, adalah tentang siapa, mendapatkan apa, kapan, dengan cara bagaimana? Bersifat pragmatis, relasi aksi-reaksi yang sementara, karena itu tidak ada kawan sejati kecuali kepentingan yang abadi. Tentu sangat memprihatinkan.

Meskipun banyak catatan pinggir yang diberikan pada Pemilu 2024 oleh berbagai kalangan, termasuk mahasiswa hingga guru besar serta masyarakat sipil, akan intervensi proses dan manipulasi dari berbagai keputusan yang dianggap tidak layak, hasil pemilu tetap harus dihormati.

Keterpilihan dalam konteks legal formal terkait hal prosedural, terlihat berjarak dari keharusan untuk mengedepankan martabat dan nilai-nilai keutamaan seperti etika, moralitas, jujur dan adil.

Salah satu hal penting yang dapat dilihat dari rangkaian aktivitas politik yang dihasilkan pada pemilu kali ini adalah minimnya partai politik yang menjadi suara penyeru dan penyeimbang, oposisi dalam berpikir. Konsolidasi demokrasi tidak terjadi. Penguatan demokrasi tersandera kepentingan elit.

Diksi rekonsiliasi antar elit menguat pasca pemilu, dengan meleburnya berbagai koalisi yang berkontestasi dalam satu gerbong, atas nama "persatuan".

Kemampuan untuk bersikap skeptis pada kekuasaan, menjadi tumpul. Polarisasi yang mengental saat pemilihan, seketika cair dalam politik akomodasi. Transaksi tukar tambah porsi kekuasaan, terjadi antar aktor dan kelompok.

Setidaknya ada tiga hal penting dalam konteks politik Indonesia yang teramat penting: (i) berhenti untuk memuja figur secara berlebih, terutama ketika mulai dikonstruksi menjadi kultus individu, (ii) oposisi bermakna sebagai mitra berpikir, tidak serempak menyetujui sesuatu, tanpa melihat opsi alternatif yang berbeda, (iii) kekuasaan bisa berwajah demokratis dengan watak otoriter.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun