Diteruskan! Pembahasan mengenai RUU Kesehatan seolah tidak tertahankan, prosesnya segera dilanjutkan. Meski masih banyak pertanyaaan terkait esensi kepentingannya bagi publik.
Pada beberapa kesempatan, sejumlah pihak yang mengusulkan, dan memberi dukungan bagi pengesahan RUU Kesehatan, membicarakan tentang proporsi dominan kebutuhan publik yang termuat dalam rancangan mega-aturan itu.
Menurut kalangan ini, uraian yang diangap perlu diperbaiki tidak lebih dari 25% dari keseluruhan, jumlah tersebut terbilang minor.
Dengan begitu, sebagai sebuah draft usulan yang akan mengalami penajaman, keberadaan RUU Kesehatan telah dianggap representatif mewakili kehendak publik.
Menariknya, interaksi percakapan atas penolakan RUU Kesehatan, tidak hanya disuarakan oleh organisasi profesi kesehatan, tetapi juga mendapatkan banyak kritik dari kelompok masyarakat sipil.
Bukan saja mengenai prosesnya yang terbilang cepat, serta ditengarai minim partisipasi dari para pemangku kepentingan terkait, tetapi juga sekaligus mengandung potensi permasalahan turunan.
Karena itu, dorongan yang diajukan dalam menyikapi proses RUU Kesehatan adalah menghentikan pembahasan, dan melakukan review ulang.
Skema tersebut akan memutar kembali seluruh fase pembentukan peraturan. Tentu saja, kali ini dengan syarat menyusun peta permasalahan, serta menentukan arah tujuan yang hendak dicapai melalui keberadaan sinkronisasi regulasi di sektor kesehatan, menggunakan metode omnibuslaw.
Titik Temu
Kedua belah pihak yang tengah berdialog dalam ruang konflik RUU Kesehatan sesungguhnya memiliki diksi pemaknaan kepentingan yang serupa.
Pertama: terdapat kesadaran mengenai perlunya pembenahan sistem kesehatan nasional yang diharapkan meningkatkan ketahanan nasional.