Ditentang! Rencana untuk menghadirkan dokter asing, menguak lompatan berpikir yang terlampau jauh. Pangkal soalnya, bisa dikaitkan dengan pernyataan terkait potensi capital outflow sebesar Rp 165 triliun, atau dikalkulasi dari 2 juta pasien yang melakukan pengobatan medis di luar negeri.
Pertanyaanya, apakah langkah membuka keran bagi kedatangan dokter asing tersebut akan efektif? Kita perlu membacanya dengan cermat.
Lantas, mungkinkah dengan kebijakan tersebut, kita akan mampu mereduksi sekaligus mencegah pasien domestik untuk berwisata medis? Masih abu-abu.
Sementara itu, pada linimasa media sosial, berbagai keluhan dan beragam cemooh terkait kompetensi profesi dan institusi pemberi pelayanan kesehatan dalam negeri, membanjiri ruang informasi kita. Bak bulan-bulanan pelaku kesehatan domestik babak belur tanpa ampun.
Sayangnya tidak ada upaya yang terlihat serius, untuk membendung berita negatif tersebut. Maka ketika Permenkes No 6/ 2023 mengenai Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing (TKWNA) itu muncul di awal tahun, banyak pihak yang terlanjur kecewa dan menyesalkannya.
Regulasi mengenai keberadaan dokter asing, seolah mengkonfirmasi premis awal: dokter lokal lebih inferior dibanding dokter asing, dan hal itu merupakan kelemahan. Dalam perspektif psikologis kita memahami konsep inferiority complex, akibat dari memiliki perasaan rendah diri yang berlebihan.
Tenaga kesehatan lokal sejatinya tidak kalah skill dibanding dokter asing. Jumlah populasi yang terlayani secara domestik, lebih besar dibanding mereka yang bisa berobat keluar negeri. Varian penyakit yang dihadapi juga beragam. Saat pandemi, toh tenaga lokal juga yang sigap melayani.
Polemik mengemuka. Sebagian kalangan nampak mendukung kehadiran para dokter asing karena asumsi terkait alih pengetahuan dan teknologi -transfer knowledge. Sementara sisanya menolak. Tentu saja dibanding bergantung pada pihak lain, sebaiknya kita membangun kemandirian lokal.
Dalam kacamata regulasi, peraturan ini juga perlu dipertanyakan substansi waktu diterbitkannya, apakah sudah terdapat kebutuhan yang mendesak? Mengapa kemudian aturan ini dibentuk, sementara persoalan terkait kesehatan di dalam negeri masih terbilang banyak? Perlu pembenahan sistem dan tata kelola kesehatan nasional.
Kita tidak mengelak dari konteks globalisasi, bahwa barang dan jasa akan mudah melintas batas sebuah negara. Tetapi perlu dipahami, dalam keseimbangan relasi global tersebut, manakala sebuah negara tidak memiliki kemampuan dasar yang setara, maka bukan tidak mungkin kita hanya bertindak sebagai objek eksploitasi semata.