Tertangkap! Proses penerimaan mahasiswa baru melalui jalur mandiri di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) menjadi lahan basah korupsi. Pembenahan tata kelola dunia pendidikan tinggi mutlak perlu dimulai.
Fenomena tangkap tangan Rektor Universitas Lampung, membuka tabir gelap pendidikan tinggi. Praktik culas tersebut tidak hanya didalam negeri, juga terjadi di negara maju.
Film dokumenter Netflix, berjudul, The College Admissions Scandal, 2021, bahkan kampus tingkat dunia seperti Stanford, Yale dan Universitas of Southern California, pun tak luput dari perilaku kotor korupsi, dalam bentuk donasi.
Melalui berbagai cara, anak dan orang tua calon mahasiswa baru, mencari jalur masuk ke perguruan tinggi, bahkan melalui pintu belakang. Jelas publik dirugikan.
Mengapa hal ini terjadi? Tiga hal penting saling terkait, (i) imajinasi serta persepsi keliru mengenai prestise kampus, (ii) keinginan lebih dari orang tua, dengan menghalalkan cara, dibarengi (iii) karakter buruk pengelola kampus.
Bahkan, meski dibekali mata kuliah pendidikan anti korupsi, yang diadopsi pada tingkat perguruan tinggi sekalipun, nyatanya tidak menghilangkan kebiasaan primitif tersebut di dalam kampus.
Proses penerimaan mahasiswa dengan transparansi yang rendah, mengakibatkan terjadinya ruang remang transaksi, berbarter kursi kuliah. Meski kemudian seleksi mandiri dievaluasi, perlu edukasi lebih luas mengatasi bias persepsi publik.
Kekeliruan tentang pendidikan tinggi, seolah mengindikasikan bahwa PTN lebih baik dari Perguruan Tinggi Swasta (PTS), sederhananya: "negeri lebih keren dari swasta".
Hal ini seharusnya menjadi fokus Kementerian Pendidikan, khususnya mengatasi kesenjangan kualitas pendidikan tinggi.
Bahwa sampai saat ini, Angka Partisipasi Kasar (APK) Pendidikan Tinggi tidak lebih dari 30%, menjadi fakta bila aksesibilitas perkuliahan masih rendah.