Kompleks. Jalinan relasi antara manusia dan teknologi menyisakan ruang dilematis. Kehadiran perangkat digital menyelesaikan persoalan praktis, tetapi memiliki potensi problematika etis.
Manusia sangat optimis dengan keberadaan teknologi. Sebagaimana asal katanya techne yang bermakna kecakapan atau terampil, dipadukan dengan logia -pengetahuan.
Ilmu pengetahuan memang menyingkap banyak hal, termasuk menjadi instrumen bantu bagi pemecahan berbagai problematika kehidupan.Â
Bahkan, pada konsep yang khayal -utopia, teknologi digambarkan akan mampu membebaskan umat manusia.
Hal itu kemudian menjadi sebuah masalah, manakala lajunya perkembangan teknologi tidak diimbangi dengan kemampuan untuk mengendalikannya.
Kajian Jamie Bartlett, Matinya Demokrasi dan Kuasa Teknologi, 2018, memperlihatkan bahwa terdapat berbagai celah kemungkinan di masa depan yang memperhadapkan teknologi dan demokrasi.
Sejatinya, hasil telaah Bartlett mengungkap bila demokrasi adalah representasi dari kehidupan manusia, maka ancaman terhadap demokrasi merupakan gangguan bagi kemanusiaan.
Ketika teknologi menjadi powerfull, lengkap dengan berbagai perangkat canggih yang bahkan melebihi kapasitas kemampuan manusia, ada situasi anomali, manusia berubah menjadi data.
Keadaan tersebut, membuat manusia tidak lagi menjadi elemen bebas, tercermin melalui efek pengawasan digital. Seluruh gerak-gerik dan jejak digital mudah dilihat, layaknya pemantauan menara pengawas penjara -panoptik.
Bersamaan dengan seluruh kemajuan modernitas digital, kita berhadapan dengan konsekuensi lain, yakni perkakas manipulatif yang dapat dipergunakan bagi kepentingan sepihak.
Fenomenanya terlihat saat ini. Kita terperangkap dalam jebakan tidak berujung. Teknologi dipergunakan secara politik untuk merebut serta mempertahankan kekuasaan.