Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pertarungan Agenda Publik di Media Sosial

22 Oktober 2020   14:41 Diperbarui: 22 Oktober 2020   14:49 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dinamis. Pasang surut pergerakan isu di sosial media penuh ketidakpastian. Agenda publik yang dimuat dalam media sosial, kerap kehabisan nafas untuk bersuara dalam durasi panjang. Lalu isu itu tenggelam dan menghilang dengan berbagai bentuk serta cara. Pertarungan wacana mengemuka, disertai berbagai kebisingan -noise yang menutup ruang aspirasi publik.

Hal tersebut, sebagaimana temuan Fahmi I, 2020, dalam rilis Tren Penolakan Terhadap Omnibus Law Semakin Turun, yang dapat diakses melalui pers.droneemprit.id. Dari sekitar 2.8 juta percakapan di berbagai kanal media, baik media online ataupun media sosial, terbaca bila terjadi pergeseran isu publik. Situasi ini terlihat pada cluster besar #tagar yang terbentuk, yakni #OmnibusLawBasmiKorupsi #RakyatButuhUUCiptaKerja. Counter wacana pihak pro RUU menggulung isu utama.

Dalam kajian LP3ES terkait hal serupa, Pasukan Siber, Omnibus Law dan Kemunduran Demokrasi (18/10) pada presentasi berjudul Bertepuk Sebelah Tangan, diketahui bila terjadi tendensi kehilangan stamina dari suara-suara penolak RUU, hingga kemudian bergeser menjadi narasi pro RUU. Kondisi ini tercipta melalui berbagai kondisi yang menyertai, termasuk penggunaan pasukan siber -cyber troops.

Kajian LP3ES tersebut, memberikan penekanan pada dominasi kerja buzzer yang menjadi pendengung RUU Ciptaker, untuk melakukan upaya perlawanan wacana. Lebih jauh lagi, parpol dan tokoh elit parpol pendukung RUU Omnibus Law relatif tidak terlihat memainkan peran. Hal ini kemudian dianalogikan sebagai 'tinggal glanggang colong playu' -meninggalkan gelanggang lari dari tanggung jawab.

Tulisan ini berfokus pada kajian media sosial, dimana kontroversi dalam isu Omnibus Law menjadi sebuah studi kasus yang menarik, terkait kerentanan menghilangnya sebuah isu pulik dalam gulungan isu di lautan maha luas media sosial.

Momentum penyerta dari beringsutnya isu penolakan yang beralih rupa menjadi dukungan terhadap RUU Ciptaker adalah kombinasi kompleks beberapa kejadian, seperti timbulnya unjuk rasa yang berakhir anarkis, hingga penangkapan sekelompok pihak yang ditengarai terlibat dalam menciptakan kerusuhan. Apakah isu ini akan berakhir sesuai kehendak publik? Apa indikasi dari moderasi isu di sosial media?

Formulasi isu diproyeksi akan terbentuk dalam beberapa kondisi: Pertama, ruang publik kembali membahas diskusi terkait isu OmnibusLaw dengan sangat berhati-hati, sebagai konsekuensi atas memori penangkapan yang membayangi. Kedua, para tokoh parpol dan pejabat negara mulai muncul ke berbagai ruang media untuk melakukan sosialisasi dan penjelasan atas pentingnya peraturan tersebut, sebuah sikap reaktif untuk mempertahankan posisi paska kejadian -post event. Ketiga, ruang antara waktu pendinginan isu akan terdisrupsi bersamaan dengan kemunculan isu baru.

Agenda Setting: Publik dan Media

Dalam ilmu komunikasi, dikenal apa yang disebut sebagai teori Agenda Setting, McCombs, M.E. & Shaw, D. (1972). Pada masa dimana McCombs & Shaw merumuskan teori tersebut, media yang disebut mengacu pada konteks keberadaan media mainstream, dengan demikian maka media massa memiliki peran untuk membentuk apa yang ada dibenak publik. Sehingga, agenda media dapat dinyatakan sebagai representasi dan mewakili agenda publik untuk sampai pada pembentukan agenda kebijakan.

Kini, di era media sosial, terdapat perubahan perilaku yang signifikan dari kehadiran teknologi bermedia, yakni sifat prosumer, dimana khalayak yang sebelumnya dianggap pasif dalam melakukan konsumsi informasi kini bisa bersikap aktif bahkan untuk memproduksi informasi itu sendiri, bersifar producer sekaligus consumer. Meski begitu, teori Agenda Setting tetap dapat dijadikan sebagai alat bantu untuk menjelaskan turun naik sebuah isu. Termasuk memperlihatkan bagaimana wacana dan narasi diproduksi oleh para aktor yang terlibat, beserta dengan relasi untuk saling mempengaruhi di ruang media.

Keberadaan ruang media -media space tidaklah hampa, bahkan media membawa kepentingannya. Di era digital, dengan keberadaan media sosial tercipta posisi yang relatif setara bagi khalayak -audience dalam membangun sinergi kepentingan. Keseimbangan relasi dan interaksi tercipta antara agenda media dan agenda publik secara berkesinambungan, diharapkan mewujud dalam agenda kebijakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun