Ringkih. Pandemi membuka secara jelas duduk persoalan mengenai ketahanan bangsa ini. Bukan hanya ketahanan fisik, sekaligus kerentanan sosial kehidupan bernegara. Dalam kajian semiotik, wabah menjadi alarm yang mengingatkan.
Ketahanan adalah tentang kemampuan berhadapan dengan guncangan dan perubahan. Merujuk bahasa formal, ketahanan dinyatakan sebagai kekuatan untuk menghadapi tantangan, ancaman dan gangguan.
Selama ini, kita berfokus pada upaya membangun ketahanan ekonomi, politik, sosial, budaya hingga ideologi. Bersamaan pandemi, tidak hanya ketahanan fisik yang mengalami persoalan, dalam perspektif kesehatan, tetapi juga semua dimensi kehidupan.
Pada bidang kesehatan, ada persoalan terkait ketersediaan sarana kesehatan. Tidak hanya itu, terdapat kebutuhan untuk memperbaiki rasio tenaga kesehatan sebagai pemberi layanan. Belum menyoal mahalnya alat kesehatan dan bahan baku farmasi.
Seketika, wabah menghentikan denyut kehidupan komunal. Hiruk pikuk aktivitas di ruang publik, diharuskan mengkonversi diri menjadi kegiatan di ruang privat, di rumah-rumah. Roda kehidupan melambat, dampaknya terasa secara ekonomi.
Menguatkan Modal Sosial
Kontraksi terjadi, kebingungan para pelaku usaha, dibarengi dengan kegelisahan akan nasib para pekerja. Praktis dipaksa berhenti bekerja. Perumahan tidak terhindarkan, demikian rumusan ekonomi manajemen untuk bertahan. Reduksi biaya.
Disisi lain, benih baik untuk tidak menyerah pada keadaan juga mengalami perubahan. Kolaborasi dan donasi publik digalang. Konser amal ramai dilakukan. Kehendak gotong royong dimanifestasikan dalam bentuk kebaikan. Modal sosial ini perlu dikembangkan.
Tapi syahwat politik juga, yang sesungguhnya membelah kekuatan sosial tersebut. Harapan bersama untuk keluar dari kemelut wabah ini, adalah ruang untuk bisa merefleksikan hal yang paling mendasar dari tujuan bersama, yakni memastikan eksistensi kehidupan itu sendiri. Â
Medan politik kita tumpul dalam bergerak, kalkulasi kepentingan politik menjadi lebih dominan. Urusan kekuasaan dan menguasai, itu perihal yang sering diperhitungkan. Tidak heran banyak problem yang menyertai penanganan masalah pagebluk ini. Distrust terjadi.
Ricuhnya data bantuan sosial, kisruh kartu prakerja, belum lagi tumpang tindih kedudukan staf khusus milenial, adalah warna-warna yang tidak dibutuhkan dalam membangun konsentrasi peperangan melawan jasad renik tak kasat mata ini. Tapi itulah realitas yang tampak.