Baik pada pertanyaan yang telah terukur, maupun jenis pertanyaan samping diluar konteks. Karena berhadapan dengan media, maka seorang jubir harus membangun wajah bersahabat.
Jubir perlu menempatkan dirinya untuk mudah diakses, dan terbuka. Keterbukaan adalah kunci dalam menyampaikan pesan.Â
Bila seorang jubir justru terlihat menutup diri, tidak membuka fakta, justru akan menimbulkan kecurigaan dan keingintahuan. Media akan mengambil jalan jurnalisme investigasi. Menerangi yang gelap.
Pro dan kontra adalah hal yang terbilang umum. Publik pun tidak seragam. Heterogenitas adalah situasi alamiah audiens. Tetapi pesan harus mampu sampai dan diterima.Â
Perlu dipastikan, bahwa pesan yang hendak disampaikan mampu dicerna publik, tanpa menimbulkan kebisingan yang tidak dibutuhkan. Karena noise akan menjadi gangguan.
Sosok jubir harus kembali pada tradisi komunikasi klasik yakni retorika. Dalam basis retorika, kita mengenal ethos -kredibilitas sumber, pathos -kemampuan menyentuh emosi, dan logos -membangun argumen rasional.
Ketiga pondasi retorika itu, harus mampu dirangkum oleh seorang jubir, ketika berhadapan dengan media yang akan menjadi medium distribusi informasi.
Menyusun Pesan
Terkait dengan kasus keseleo lidah seorang jubir, maka memang tidak ada yang mudah ketika berhadapan dengan situasi genting dalam krisis.
Jubir harus menguasai data, membangun narasi sesuai dengan tujuan yang ingin disampaikan, jangan melenceng dari fokus yang ingin diterangkan. Buat secara sederhana, pendek dan langsung -low context.
Bagaimana mengkonstruksi pesan secara efektif? Bukankah publik bersifat majemuk? Mungkinkah sebuah pesan dapat diinterpretasi secara tunggal?