Tersenyum cerah. Lepas dari ketidakpastian. Pada banyak momentum, umat manusia menemukan kembali kebahagiaannya. Itulah gambaran yang dinanti selepas pandemi.
Terbebas dari ketakutan yang melingkupinya. Tetapi kita sesungguhnya berayun, dari satu ketakutan menuju pada bentuk ketakutan lainnya
Sebelum pandemi kali ini, penyakit dan wabah di masa lalu juga menjadi persoalan yang mengancam eksistensi kehidupan manusia. Dicatat dalam sejarah, deretan bencana alam dan berbagai perang.
Umat manusia, selalu mampu keluar dari situasi krisis. Kemampuannya bertahan, bahkan berjibaku terhadap wabah, telah mengalami berbagai ujian.
Lompatan kualitas terjadi melalui krisis yang dihadapi. Dinamika kehidupan manusia, menuntut dirinya untuk terus belajar dan memahami kapasitasnya.
Banyak makna yang tertinggal dibalik bencana. Ledakan hebat Krakatau 1883, menyemburkan debu vulkanik menutup awan. Menurunkan suhu bumi. Mencegah percepatan kenaikan air laut.Â
Konsekuensi baik, datang sehabis kesulitan hebat. Persis layaknya pelangi indah setelah hujan. Wabah ini sesungguhnya menjadi medan ujian kemanusiaan.
Tertampar Sampar
Karya klasik Albert Camus berjudul La Peste diterjemahkan menjadi Sampar, 1947. Wabah sebagaimana sampar, dalam novel Camus, memperlihatkan wajah dan karakter asli manusia.
Ketakutan, kengerian akan kematian dan penyakit, hanya bisa ditangani dengan rasionalitas. Kemampuan untuk bertindak secara penuh kesadaran, memungkinkan kita menanganinya.
Lebih jauh, pada makna denotatif, La Peste sesungguhnya ekspresi Camus yang mencerminkan, situasi mencekam dalam konteks penjajahan Nazi atas Prancis di Perang Dunia ke-II.