Suram. Kehidupan sebagai tawanan perang, berisi hari-hari penuh kemuraman. Tapi bagi Viktor E Frankl, kemampuan memaknai hidup, adalah alasan terbesar untuk tetap menjalaninya.Â
Dalam buku Man's Search for Meaning, kisah nyata Neurolog dan Psikiater Austria ini dituangkan. Selama 3 tahun, Viktor menjalani hidup sebagai penghuni kamp konsentrasi, di bawah pengawasan Nazi pada perang dunia kedua. Dimulai pada 1942.
Kengerian, ketegangan adalah sensasi keseharian. Kesakitan, penderitaan dan kematian, merupakan pemandangan yang nampak wajar. Bahkan, bentuk sikap antipati, terjelaskan melalui pengalaman Viktor.
Buku Viktor, penuh dengan kekejaman. Tetapi berbeda dengan bangunan konstruksi ilmu psikologi lainnya, yang hidup melalui penelitian dan teks perpustakaan. Kesimpulan teori Viktor merupakan abstraksi perjalanan hidupnya.
Catatan besarnya, adalah mengenai tujuan hidup. Bagaimana manusia mempersepsikan dirinya sendiri, dalam lingkaran pertanyaan; mengapa -why dan bagaimana -how. Bila manusia mampu memahami, mengapa hadir di dunia? Maka dia akan mudah menjawab, bagaimana dia seharusnya bertahan hidup?
Pengalaman pemenjaraan fisik, dalam kamp konsentrasi seolah menampilkan terdapatnya pilihan rasional untuk mengakhiri kehidupan. Kefrustasian, depresi, dan titik nadir menjadi resolusi semu. Padahal, penderitaan dapat dijalani, merupakan proses dalam mencari makna kehidupan.Â
Tentu saja tidak semua tawanan, mampu tercerahkan layaknya Viktor. Pilihan sebagai tawanan nampak tunggal, yakni kematian. Baik mati dalam kerja paksa, dengan kompensasi semangkuk roti dan semangkuk sup kacang per hari, atau masuk ke ruang siksa kamar gas, hingga opsi terakhirnya mengakhiri diri.
Dalam uraian diary sebagai tawanan, Viktor menguraikan bahwa kebebasan, serta cinta dalam kehidupan, merupakan hal-hal yang menjadi semangat -elan, untuk membangkitkan spirit kehidupan itu sendiri.
Kelebihan buku Viktor E Frankl, adalah tutur ulasan yang tampak nyata. Kajian partisipatif, dimana peneliti sekaligus terlibat didalamnya. Mungkin Viktor, memang ditakdirkan untuk ditawan, agar melahirkan sebuah karya besar.
Merefleksikan Harapan
Tidak mudah menerapkan konsep Logoterapi yang disusun Viktor sebagai metode penanganan psikologis, berhadapan dengan psikoanalisis Sigmund Freud. Tetapi tawaran Viktor tetap menarik.
Dibanding menelisik ke belakang, pada akar historis masa lalu, bayang-bayang psikologis dilacak sebagai penyebab masalah masa kini, sebagaimana psikoanalisis mencoba menerangkan.Â