Hoaks beredar! Berita palsu nan bohong, justru viral dan mengguncang. Konsekuensinya, publik diliputi dengan rasa ketakutan, kekhawatiran serta ketidakpercayaan. Keberadaan teknologi menjadi alat bantu, bagi persebaran massif dari informasi yang keliru.
Berita bohong, mengasumsikan terjadinya manipulasi informasi. Tidak hanya misinformasi, dimana penyampaian komunikasi terjadi secara tidak utuh, melainkan juga telah memasuki ranah disinformasi.Â
Ketika kita membicarakan situasi disinformasi, maka terdapat kepentingan dalam upaya sadar untuk melakukan pembiasan makna dan pesan.
Kebohongan akan tampak seolah nyata, dan pada akhirnya dapat dipercaya, tentu dilakukan secara terencana. Dipersiapkan dengan berbagai argumentasi yang menyertainya. Lapisan bohong tersusun bertingkat.
Jadi, hoaks adalah sebuah berita yang telah disusun oleh aktor pelakunya. Berita bohong alias fake news jelas bukanlah terkategori sebagaimana berita yang kita kenal. Justru menanggalkan kategori berita, dan yang tersisa adalah kebohongannya semata.
Pada sebuah pemberitaan, maka unsur kelengkapan berita dan prinsip kode etik jurnalistik menjadi pemandunya. Fake news tidak bekerja dalam alur sistematika tersebut.Â
Skemanya hit and run, mengabaikan proses verifikasi dan keberimbangan berita. Hal ini jelas membuat publik selaku khalayak informasi, berada dalam kebingungan serta kebimbangan. Maka keberadaan fakta menjadi terabaikan, lantas publik bergantung pada naluri emosional.
Manipulasi Informasi
Tetapi apa yang nampak sebagai fakta pun, sesungguhnya dapat berupa fakta rekayasa dan imajiner. Faktoid, adalah hal-hal yang nampak sebagai fakta, dan terbungkus dalam informasi kebohongan.
Mengutip Daniel J Levitin, 2017 dalam Weaponized Lies, How to Think Critically in the Post-Truth Era, maka sebuah kebohongan dapat disembunyikan melalui tiga hal; Pertama: selubung angka-angka. Kelemahan manusia dalam melihat deretan numerik, adalah kecenderungan mudahnya mempercayai sebagai kebenaran.
Hal Kedua: tabir kata-kata. Kemampuan melakukan pengolahan narasi, menjadi satu deskripsi yang seakan otentik, menciptakan persuasi bagi pembentukan opini publik. Selanjutnya Ketiga: hadir melalui interpretasi yang dikembangbiakkan. Para pakar dengan kepentingannya, mendorong konsensus publik tentang apa yang dianggap menjadi kebenaran.