Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Lintasan Komunikasi Politik Pasca Pemilihan

16 April 2019   17:32 Diperbarui: 16 April 2019   18:08 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Komunikasi itu proses berkesinambungan. Mengalir secara berkelanjutan. Begitu pula sebenarnya yang terjadi pada proses komunikasi politik. Dengan demikian, tidak terjadi keterputusan pesan dalam makna yang hendak disampaikan.

Ketika kontestasi berjalan sedemikian sengit, polarisasi menjadi tidak terhindarkan terjadi. Komunikasi kemudian seolah mengalami kebuntuan, untuk dapat saling membangun kesepahaman. Dominasi atas rasa tidak percaya justru tampil mengemuka. Terlebih informasi palsu, beredar tiada henti membanjiri linimasa.

Harus dapat dipahami, bahwa proses politik memang akan memuncak seiring dengan waktu pemilihan. Padahal sesuai proses perjalanannya, akan terdapat fase pra hingga pasca yang akan dilewati. Disini titik penting edukasi politik berlangsung. Akumulasi pesan akan mencapai klimaks saat penentuan pilihan.

Tetapi jangan lupakan kelanjutannya, soal pelaksanaan janji sebagai komitmen politik. Siklus komunikasi politik dimulai dari inisiasi ide serta gagasan politik, yang dikembangkan dalam aktivitas kampanye, serta harus dituntaskan dalam format implementasi program kerja. 

Maka, politik adalah kerja yang terencana alih-alih mengandalkan spontanitas, meski improvisasi dapat dijalankan untuk mengatasi kerangka hambatan yang dihadapi secara riil untuk mencapai arah tujuan. Kalau begitu, kemenangan terbesar bukan atas keterpilihan kandidat yang didukung serta diusung semata, tetapi kesesuaian antara janji dan realisasi.

Bayangkan Pemilu di Indonesia dalam konteks besarnya jumlah pemilih, hingga jangkauan luasan yang harus sudah selesai dalam tempo sehari, tentu pekerjaan raksasa, milik bersama. Dan hal yang sedemikian gigantik tersebut harus menjadi kesuksesan kita semua. Perencanaan adalah faktor utamanya, bagi konstruksi positif negeri.

Konsistensi Edukasi Politik
Harus diakui kontestasi politik kali ini menjadi yang paling gaduh. Kegairahan untuk terlibat dan berpartisipasi pada kegiatan politik ini harus secara konsisten dilakukan, sejatinya hal tersebut menjadi fungsi dari keberadaan partai politik. Dengan begitu, publik tidak hanya menjadi pelengkap penderita untuk momentum lima tahunan semata.

Publik tidak kemudian terkuras emosi dan energinya, habis-habisan hanya untuk dukung-mendukung kepentingan elit, tetapi memahami apa makna keterlibatannya secara aktif dalam ranah politik, dengan relasi pemecahan masalah-masalah riil yang langsung dihadapi publik itu sendiri. Sehingga kepentingan publik tidak hanya diatasnamakan oleh elit secara semena-mena.

Apa yang harus dilakukan pasca pemilihan dan keterpilihan kandidat? Publik juga harus dapat memahami bahwa pilihan untuk menjadi pihak yang terpilih untuk berkuasa ataupun sebagai oposisi memiliki kehormatan setara dalam membangum demokrasi negeri. Maka proses koreksi, evaluasi dan perbaikan adalah kewajiban yang harus dilakukan.

Tidak berhenti pada frase menghantarkan kemerdekaan hingga pintu gerbang pemilihan, tetapi sekaligus memastikan kemenangan, atau bahkan kekalahan sekalipun, tetap memiliki kontribusi positif bagi kemajuan bangsa ini dikemudian hari. Euforia berlebih atas kemenangan, atau kesedihan yang hiperbolik atas kekalahan, seharusnya hanya bersifat temporer, karena yang permanen adalah kemerdekaan bagi solusi persoalan publik.

Menang dan kalah soal biasa dalam kompetisi, yang harus bisa dipastikan adalah negara ini maju sesuai dengan harapan terbaik seluruh warga bangsa. Keterbelahan sesengit apapun, harus bisa dituntaskan. Bagaimana mengatasi distrust? Kita tentu memahami bila demokrasi memiliki mekanisme hukum yang terkait.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun