Relawan Mata Rantai Terlemah
Ekspresi dan ketertarikan politik relawan dimotivasi oleh banyak hal, kharisma tokoh, kesamaan gagasan, hingga faktor historis dapat menjadi pemersatu di antara kelompok yang berkumpul karena aspirasi politik yang sejenis.
Pada kasus Pilpres kali ini, kelompok relawan terbangun sebagai bentuk kolektif simbolik, sebut saja alumni perguruan tinggi, komunitas kedaerahan, hingga afiliasi profesi bisa memberikan dukungan, sekaligus menjadi relawan.
Mencermati gerak diantara relawan pendukung pasangan calon, terdapat perbedaan gerak diantara keduanya. Kelompok yang berasosiasi dengan petahana bekerja secara dan terstruktur, sekaligus sistematik.
Mudah melihat jejak digitalnya, pasukan pembawa pesan, hadir dengan atribut seragam dan tools kampanye yang terstandarisasi, bahkan dibantu dengan teknologi pendataan target sasaran distribusi informasi secara door to door, jelas terencana dengan baik. Sokongan finansial dari program tersebut tidaklah sedikit, karena format setta material kampanye yang baku, dikelola secara profesional.
Sementara, sentimen psikologis di tingkat relawan kubu oposisi terjadi secara sporadis, tidak tersistem, hal itu direpresentasikan oleh kelompok emak-emak yang dengan menggunakan bahasa daerah, untuk mensosialisasikan tokoh yang didukungnya.
Meski rentan terhadap informasi yang keliru, karena mekanisme kampanye tidak tersusun melalui informasi yang seragam, tetapi aspek mendasar dari prinsip sukarelawan terbentuk secara alamiah, dimana improvisasi menjadi bagian yang tidak terpisahkan, bahkan bersifat swadana dan swadaya.
Diakhir kontestasi, kita akan melihat bagaimana relasi keberadaan relawan dengan dua tipikal model tersebut akan mampu memberikan dampak bagi kesuksesan kandidat. Satu hal yang menjadi kesamaan di antara kedua kelompok relawan tersebut adalah minimalnya perlindungan risiko atas apa yang menjadi tanggung jawab dari aksi serta aktivitasnya.
Relawan menjadi bagian yang paling mudah dilupakan, baik saat meraih kemenangan ataupun berbuat kesalahan. Padahal peran mereka tidak dapat diremehkan. Bila kemudian relawan diakomodir menjadi sebuah bagian dari kerangka diluar struktur organisasi partai politik yang tersedia, maka kelompok relawan harusnya menempatkan poin kebenaran dengan dasar rasionalitas dan logika, lebih dari sekadar sentimen emosional. Agar relawan tidak menjadi barisan sakit hati, ketika dikhianati oleh kekuasaan!