Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Metakomunikasi Pasca Debat

21 Februari 2019   18:31 Diperbarui: 21 Februari 2019   18:42 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bagi petahana, soliditas data dipergunakan untuk menyatakan keberhasilan, sementara bagi oposisi maka data adalah senjata untuk melayangkan serangan memukul. Detail penting, meski tidak dibutuhkan rinci, bisa berupa gambaran besar berupa taksiran atau estimasi yang representatif. Terkait dengan kajian wacana, hal ini akan bersangkut paut dengan discourse (d kecil), yakni pilihan kata dalam linguistik.

Sedangkan pada pesan eksplisit, para pelaku debat harus mampu membawa situasi pernyataan sebagai penegasan konsep. Hal tersebut dikenal sebagai Discourse (D besar) berupa pandangan serta identitas. Dalam hal ini debat yang dibawakan oleh para kandidat harus mengusung bentuk narasi besar, maka wujud gagasan Indonesia Maju, maupun Indonesia Menang harus lebih rigid. 

Pertanyaan yang harus dijawab diantaranya: Bagaimana hendak maju? Lantas mau maju kemana? Apa saja langkah menuju kemajuan? Demikian pula bagi oposisi, dengan menentukan apa identifikasi menang? Menang dari apa? Lalu bagaimana mencapai kemenangan?. Pemaparan secara deskriptif memberi gambaran, bisa pula eksplanatif dengan gaya menjelaskan, harus mampu mengeksplorasi apa yang menjadi tawaran paradigmatik.

Bagian verbal dan non verbal akan selaras dengan intonasi, gesture, raut wajah, kekerapan dan tensi pembicaraan, arah emosional, gerak gerik bahkan hingga tingkat keheningan beserta diam, saat menyimak pertanyaan ataupun menyusun jawaban, menjadi bagian penting dalam memaknai kompleksitas pesan yang hendak disampaikan sang kandidat sebagai komunikator, kepada audiens.

Panggung Drama

Di tengah keriuhan perdebatan diatas debat, toh kita mafhum bila ini memang merupakan show performance diatas panggung, yang mengalami gema pada pikiran dan hati publik. 

Para aktor akan memainkan peran masing-masing, dari panggung belakang saat persiapan -preparation, menuju panggung depan untuk penyajian -presentation.

Drama disajikan diatas panggung, peran protagonis dan antagonis dimainkan, mengaduk emosi pemirsa, membangun ketertarikan. Karakter dimainkan, dan kemudian audiens terpolarisasi mendukung aktor-aktor pujaan. Kuncinya persiapan prima dan presentasi yang paripurna, dengan tampilan yang meyakinkan. Disini titik kuncinya, panggung debat harus diposisikan sebagai gelanggang bagi optimalisasi menggaet simpati.

Serangan dibutuhkan untuk menekuk lawan, jangan sisakan waktu untuk justru seolah mempersetujui pikiran kandidat lain. Dialektika dimainkan, kontradiksi diperhadapkan, untuk mencapai satu fase kesetimbangan baru. 

Terlebih bagi kelompok penantang alias oposisi, dalam waktu yang tersisa harus seoptimal mungkin menggaet dukungan, bukan hanya pada kesepahaman rasional, tetapi juga masuk ke wilayah emosional dengan memanfaatkan paparan serta ekspose debat yang massif, termasuk menguasai teritori pasca debat yang ditandai sebagai wilayah metakomunikasi. Formula harus tepat, sesuai dengan skenario, agar mencapai tujuan yang happy ending!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun