Kedua: ketika iuran ditetapkan sedemikian rendah, maka efek psikologis bagi konsumen adalah meremehkan, kondisi ini menjelaskan perilaku budaya taat membayar premi menjadi terabaikan.
Ketiga: konsekuensi premi yang kecil adalah tarif pembelian yang sama kecilnya, pada akhirnya nilai beli itu diaksep oleh institusi rumah sakit tanpa dapat menolak, tetapi kemudian berpotensi untuk bersiasat melakukan kerangka menjaga profitability layanan, sebuah hal yang masuk dalam kategori fraud.
Keempat: premi yang rendah dapat sekaligus mengilustrasikan komitmen pemerintah pada makna yang lebih mendalam. Mengapa? Karena dengan penetapan nilai premi yang rendah, khususnya untuk keseluruhan penerima bantuan iuran, berarti pemerintah berupaya agar beban pembiayaan subsidi kesehatan tidak menjadi tanggungan penuh pemerintah itu sendiri, ini soal political will.
Meski kemudian dapat dipahami, cara berpikir terkait pengendalian defisit BPJS Kesehatan dengan pengenaan urun biaya kali ini, tetapi hal ini seolah hendak melepas masalah utama terkait nilai iuran, menjadi dimensi masalah lain, yang justru berkategori minor.Â
Perlu dipahami bahwa pelayanan kesehatan, akan sangat terkait pada persoalan kualitas mutu untuk menghindari kesakitan dan kematian. Mampukah kita menjawab logika tersebut?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H