Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Debat, Persuasi dan Retorika

20 Januari 2019   22:08 Diperbarui: 20 Januari 2019   22:16 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

HAMBAR! Ketegangan melanda para pasangan calon dalam debat pertama jelang Pilpres. Meski sudah memiliki pengalaman berada di panggung debat pada 2014, tentu situasinya kini berbeda. Terdapat calon petahana, sementara yang lain menjadi penantangnya.

Sesungguhnya, forum debat menghadirkan penyegaran gagasan baru tentang masa depan. Maka visi dalam jangkauan yang panjang dan besar, akan diselaraskan melalui misi serta program kerja yang akan dilakukan. Metodenya menjadi sederhana, evaluasi kondisi saat ini, sesuai kondisi situasional, lalu bedah letak permasalahan untuk merumuskan kerja yang akan dilakukan.

Medan laga debat, dalam proses kontestasi politik, harusnya dapat dimanfaatkan untuk melakukan komunikasi persuasi, membujuk dan meyakinkan. Terutama bagi para pemilih yang belum menetapkan pilihan, serta untuk lapisan pemilih yang masih mungkin berpindah pilihan.

Maka performa debat, harus meliputi kemampuan (a) aspek verbal, penggunaan kekuatan komunikasi lisan, serta (b) aspek non verbal, rangkaian tindakan yang melingkupi pola komunikasi tersebut, semisal gesture -bahasa tubuh, intonasi, emosi. Kemampuan meramu kedua aspek tersebut menjadi sebuah prasyarat dalam membangkitkan keingintahuan publik.

Tidak berhenti di situ, agar jual-beli gagasan mendapatkan pendalaman bagi kepentingan pendidikan politik publik, maka terdapat hal yang perlu diperhatikan, (a) konteks -bingkai frame penjelas informasi yang dipaparkan, dan (b) konten, yaitu isi dari ulasan yang disampaikan.

Hakikatnya, visi sebagai sebuah tinjauan pada proyeksi jangka panjang, mengkombinasikan data faktual dan harapan publik pada horizon waktu ke depan. Dengan demikian, abstraksi besar akan dapat diturunkan menjadi langkah program terarah.

Lantas, mengapa debat pertama kali ini terasa bagaikan "sayur tanpa garam"? Tentu saja terbentuk pula melalui konstruksi penyertanya, semisal (a) distribusi kisi-kisi yang telah dipersiapkan menyebabkan kebuntuan menghadirkan improvisasi narasi, atau (b) performa para kandidat terbatasi oleh teknis waktu yang tersedia.

Setidaknya, orisinalitas dan otentisitas pemikiran kandidat menjadi urung terlihat, semuanya telah tertuang dalam format standar sesuai masalah yang telah terpetakan. Padahal dalam realitas seorang pemimpin, akan selalu berhadapan dengan dinamika yang kerap kali terjadi diluar prediksi. Dititik itu, maka dibutuhkan kemampuan dan kesiapsiagaan kepemimpinan untuk membawa ide dalam membaca persoalan, sekaligus menghadirkan gagasan penyelesaian masalah.

Persuasi dan Retorika

Tidak mudah jalan menjadi pemimpin, sebagai titik fokus perhatian publik, yang ditonton langsung dan disiarkan ke seluruh penjuru negeri, pasti sedikit banyak berhadapan dengan kemampuan pengelolaan mentalitas.

Pada banyak kasus, blackout tidak jarang terjadi, karena fluktuasi kondisi psikologis. Karena itu, pemimpin harus memiliki karakteristik untuk dapat mengelola dirinya, termasuk berpikir dan bertindak cepat, dalam memberi respon atas permasalahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun