Semua bersepakat, bahwa periode pemilihan umum, baik Pileg maupun Pilpres 2019 mendatang harus diwarnai dengan adu gagasan dan solusi bagi permasalahan bangsa. Persoalan terbesarnya, bagaimana menterjemahkan diskursus tersebut tidak hanya berhenti dalam lingkup ide, melainkan menjadi panduan praktis bagi upaya kampanye dan pemenangan kandidat serta partai politik?.
Hal yang harus diperhatikan dalam panggung politik, adalah dinamisnya perilaku pemilih, dengan demikian tidak terdapat cara yang tunggal untuk memastikan kemenangan. Tetapi setidaknya, terdapat langkah-langkah yang dapat diarahkan bagi upaya meraih kemenangan dalam makna yang utuh, yakni memenangkan gagasan untuk selaras dengan aspirasi publik. Jika kondisi ideal itu dapat tercapai, terdapat harapan besar akan perbaikan kualitas demokrasi kita.
Berkaca dari berbagai pengalaman baik di mancanegara maupun pengalaman beberapa kegiatan politik domestik yang telah digelar dalam bentuk Pilkada Serentak 2017-2018, kita mendapatkan ilustrasi menarik tentang kerangka kerja pemenangan, terkait pada aspek komunikasi politik dan marketing politik sebagai format dasarnya.
Perlu dipahami, komunikasi politik akan menyoal mekanisme pembicaraan serta pengaruh, didalamnya tentu akan bersangkutpaut pada partai politik, media dan publik. Sedangkan marketing politik, berkenaan dengan cara memasarkan figure ataupun partai politik, agar dapat dipilih melalui strategi kampanye yang menempatkan segmentasi, targeting dan positioning, serta menggunakan elemen marketing mix dalam implementasinya.
Berbagi Pengalaman
Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Rotimi (2011) Universitas of Sierra Leone, terkait pengalaman strategi pemasaran politik dan demokrasi di Nigeria, maka beberapa hal penting yang perlu diperhatikan oleh organisasi politik -baca: partai, adalah dengan memastikan publisitas positif baik melalui media maupun langsung ke basis publik, sehingga mampu memobilisasi dukungan pemilih.
Metode kampanye, sebut Rotimi, yang menggunakan politik uang -"money bag" termasuk kampanye negatif, adalah cara-cara usang merupakan permainan kotor dan menghadirkan perburukan kualitas demokrasi. Bagi Rotimi, partai harus memunculkan figur atau tokoh yang kredibel, memiliki aspek kompentensi dalam kualitas terbaik.
Disisi lain, upaya pemenangan sebuah kontestasi politik, jelas Rotimi, harus didukung oleh mesin politik partai, yang solid dan kohesif menghindari terbentuknya faksionalisasi dalam internal partai karena arah dukungan atas individu tokoh yang diusung berbeda. Faksionalisasi dan friksi internal, meski merupakan mekanisme demokrasi dalam tubuh partai, namun membutuhkan pengelolaan agar tidak membuang kapasitas sumberdaya yang dimiliki pada proses pemenangan diperiode pemilu.
Meski dalam proporsi yang berbeda, Paul RB et all (2002) Middlesex University Business School, London, mengungkapkan bahwa dalam konteks pemasaran politik proses terpenting yang perlu dipersiapkan secara serius adalah penelusuran data pemilih. Hal ini, akan sangat terkait dengan upaya untuk meningkatkan citra sesuai dengan situasi yang berkembang saat siklus pemilihan berlangsung.
Pendakatan secara terstruktur kepada pemilih, ungkap Paul RB et all, akan membantu partai untuk dapat melakukan persuasi kepada target sasaran pemilih yang lebih mudah untuk berubah -swing voters, dengan demikian proses kampanye yang akan dilakukan menjadi lebih efisien dibandingkan mentargetkan seluruh populasi pemilih, yang bisa jadi sudah rigid dengan pilihan politiknya.
Pada dunia politik dewasa ini, sesuai Nikolay Vankov (2013), paparan teknologi mendapatkan peran yang tidak sedikit dalam memberikan pengaruh dibidang perpolitikan. Pola hubungan yang lebih mudah diakses publik melalui jejaring informasi dan komunikasi melalui internet, menciptakan ruang interkoneksi yang berdimensi relasional.