Teknologi menjadi tidak terelakkan dalam kehidupan kita, termasuk diranah politik. Implementasi Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) diterapkan pada tahap penyelenggaraan Pemilu 2019. Tentu hal ini adalah sebuah terobosan, yang bersinggungan dengan kepentingan para pihak stakeholder.
Termasuk diantaranya, publik, partai politik termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu sendiri. Sipol adalah hal wajib yang harus dipenuhi partai politik (Parpol) untuk dapat mendaftar sebagai peserta Pemilu 2019. Dimana partai politik yang ingin mendaftarkan diri harus mengunggah data-data politik ke dalam sistem informasi tersebut, sebelum nantinya dilakukan verifikasi administrasi.
Tentu perubahan ini membawa dampak. Parpol yang tidak siap dengan perubahan ke arah digitalisasi akan kesulitan menghadapi hal tersebut. Setidaknya, dari 27 Parpol yang mendaftar, terdapat 13 Parpol yang gagal mendaftar sebagai calon peserta Pemilu 2019 melalui Sipol1)
Tidak berhenti disitu, sekurangnya 9 Parpol diantaranya, melayangkan gugatan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) atas dugaan pelanggaran admnistratif yang dilakukan oleh KPU. Poin gugatan yang dilayangkan parpol adalah terkait adanya kelemahan Sipol, hingga menyebabkan partai mereka gagal mendaftar, selain juga pertanyaan terkait tidak adanya ketentuan penggunaan Sipol dalam aturan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Pembelaan tentu datang dari KPU yang menyatakan bahwa kewajiban penerapan Sipol merupakan wewenang atributif dan delegatif yang diamanatkan UU Pemilu kepada KPU sebagai instrumen penyelenggara, meski tidak disebutkan secara eksplisit. 1) ANTARA News, KPU: penerapan Sipol termasuk wewenang KPU, (6/11/2017), Jakarta
Fenomena Pemilih Muda
Dunia digital bergerak dengan kecepatan transformasi yang tidak terbayangkan dalam kehidupan kita. Hal ini dapat dilihat dari populasi pengguna internet nasional, pada laporan Indonesia Digital Landscape 2018 yang menyatakan terdapat 143 juta pengguna. Lebih jauh lagi, user dengan rentang usia (19-33) mendominasi sekitar 49%, disusul rentang usia (34-54) sebanyak 30% dan diatas usia 54 sejumlah 4%, dengan pengguna muda usia (13-18) sebanyak 17%2).Survey APJII dalam rilis GDP Venture, Indonesia Digital Landscape 2018
Padahal, dalam hasil rekapitulasi data pemilih yang telah dilakukan KPU pada medio akhir tahun 2017, diketahui bila jumlah pemilih pemula-yang baru ikut pertama kali memilih didalam Pemilu sebesar 6.61% atau 10,6 juta dari sekitar 160,7 juta pemilih terdaftar. Sementara itu, komposisi jika diuraikan berdasarkan usia pemilih, maka didapatkan data; usia (17-25) sebanyak 18.5%, dan usia (25-30) sejumlah 11.4%, lalu usia (30-40) sekitar 22.9%, pada usia (40-50) sejumlah 19.7% dan diatas usia 50 tahun sebanyak 27.3% 3).Berita Satu, Pemilih Pemula 10,6 Juta Orang, (30/12/2017) Jakarta
Realitas berdasarkan data diatas, memberikan ilustrasi bahwa para pemilih terdaftar memiliki irisan dengan usia aktif pengguna internet. Dengan demikan, penggunaan sebuah sistem informasi dengan sentuhan teknologi diranah penyelenggaraan politik nasional menjadi sebuah bagian yang tidak terpisahkan. Hal ini tentunya ditujukan untuk mendorong keterbukaan informasi, serta akuntabilitas publik.
Jika kemudian Parpol tidak siap dengan perubahan, maka selamat datang diera Disrupsi. Kemusnahan adalah milik mereka yang tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi, begitupun dalam kancah perpolitikan domestik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H