Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Polemik Malpraktik dan Risiko Medik pada Tenaga Kesehatan

9 Februari 2018   09:11 Diperbarui: 10 Februari 2018   04:39 1538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tribun Batam - Tribunnews.com

Dunia kesehatan adalah wilayah yang tidak bersifat matematis. Segalanya dapat berubah dan berbeda, sesuai dengan hasil diagnosa. Meski keilmuan kesehatan bersifat sains, tetapi pada upaya penentuan tindakan terapi atas kondisi sakit bersifat dugaan.

Dimulai dengan proses bertanya --anamnesa, kepada pasien. Kemudian diputuskan sebagai sebuah tindakan pengobatan -cure, melalui pendekatan ilmiah dalam pertimbangan indikasi penyebab -diagnosa. Lantas dilakukan perawatan --caring, untuk mengembalikan kondisi kesembuhan.

Relasi yang terjadin antara tenaga kesehatandan pasien, bukan sekedar jasa layaknya produk umumnya. Interaksi human to human terjadi, dikenal sebagai transaksional terapeutik. Karena sifat jasanya yang tidak dapat dipastikan, karena kesembuhan bukan otoritas manusia.

Dengan demikian, model relasi yang terjadi tidak berdasakan hasil, tetapi atas proses. Sehingga, tenaga kesehatan tidak dapat memberi janji kesembuhan, melainkan berusaha melakukan upaya terbaik dalam menstimulasi pemulihan. Atas usaha yang dilakukan tersebut, maka tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan.

Pada posisi tersebut, tenaga kesehatan beritikad untuk mengupayakan hal yang terbaik, berdasarkan keilmuan dan keahlian yang dilimilikinya, untuk dapat memberikan pelayanan demi perbaikan kondisi pasien, meski tanpa garansi akan jaminan kesembuhan.

Lantas apa beda risiko medik dan malpraktik dalam implementasinya? Sesungguhnya, seluruh tenaga kesehatan, sebelum terjun ke dalam praktik langsung telah melalui serangkaian proses peningkatan kompetensi, termasuk diranah pendidikan.

Bahkan, setelah melalui fase pendidikan, tenaga kesehatan diangkat sumpahnya, sebagai bentuk komitmen moral untuk menjaga harkat dan martabat profesi, dalam memberikan pelayanan yang paripurna bagi pasien.

Medium Resolusi

Pada pelaksanaan layanan kesehatan, maka segala tindakan yang diupayakan bagi pasien, dapat menimbulkan dampak ikutan, yang tidak diharapkan, dinamakan sebagai risiko medik. Didalamnya, akan dijelaskan terkait pilihan tindakan dan konsekuensi terkait dari berbagai level hingga kemungkinan terfatal yakni kematian.

Harus dipahami, dalam dunia kesehatan, factor kesembuhan merupakan grey area, yang bersifat kompleks. Maka untuk mereduksi terjadinya potensi gugatan karena pasien memiliki hak untuk mendapatkan penanganan secara profesional dipergunakan instrument moderasi yang dinamakan informed consent.

Keberadaan lembar informasi dan persetujuan tindakan --informed consent, merupakan kelengkapan penting administrasi pelayanan kesehatan. Problemnya, kerapkali dalam kondisi emosional, pasien dan keluarga pasien mengabaikan hal tersebut, atas alasan situasi darurat.

Masalahnya, asumsi kedaruratan itu seolah menghilangkan komitmen yang telah dibuat antar parapihak, melalui informed consent.

Kerapkali pula, terjadi situasi yang kritis disebabkan oleh hambatan yang datang dari pasien itu sendiri, seperti keterangan yang tidak benar dalam mengutarakan penyakitnya --contributory negligence, atau bahkan melakukan penolakan berbagai tindakan medis pendukung, sampai pada puncaknya permintaan pulang.

Malpraktik sendiri, adalah sebuah kondisi yang terjadi, sebagai turunan atas tidak tercapainya upaya pencegahan resiko medik. Secara sederhana, malpraktik diindikasi melalui (1) dereliction of duty --penelantaran kewajiban, (2) damage--menimbulkan kerusakan, (3) causality duty with damage --adanya relasi antara penelantaran kewajiban dengan timbulnya kerusakan.

Proses pembuktian malpraktik, telah diatur dalam ketetuan terkait. Serta rentang wilayah dalam kategori malpraktik terbilang luas, dari motif kelalaian administrasi, miskalkulasi risiko hingga motif criminal. Hal ini, jelas menjadi bagian dari risiko profesi.

Dengan berbagai kejadian akhir ini, yang viral tentang tenaga kesehatan, kita tentu berharap, hukum tegak berlandaskan keadilan, serta bebas prasangka. Image yang negative dan ketidakpercayaan public, pada tenaga kesehatan, bukan tidak mungkin mendorong terjadinya defence medicine.

Defence medicine sendiri adalah sebuah istilah, dari mekanisme dari respon tenaga kesehatan yang khawatir untuk memberikan pelayanan ber-risiko. Jelas ilustrasi tersebut akan menciptakan kesulitan tersendiri bagi masyarakat yang membutuhkan layanan.

Aturan terkait risiko medic dan malpraktik, harus dipandang sebagai upaya melindungi semua pihak dalam pelayanan kesehatan. Bukan kemudian berlaku seolah menjadi ancaman, melainkan harus mendorong terciptanya mutual trust --kepercayaan layanan, dalam membantu kesembuhan pasien!.   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun