Hari-hari belakangan ini, social media telah banyak memakan "korban". Maklum saja, babak baru era teknologi informasi dan komunikasi telah memudahkan netizen untuk memuntahkan peluru ke segala arah.
Setidaknya kini, dengan sosial media, kita jadi lebih taat hukum. Sebab, semakin banyak pihak yang dilaporkan ke penegak hukum karena status dan ujaran yang di upload dikanal sosial media.
Tapi sosial media, ibarat pedang bermata dua, banyak juga manfaat yang dihadirkannya. Berbagai bisnis baru kini mudah berpromosi hanya dengan berbekal sosial media saja.
Untuk dampak positif, kita tentu berharap hal tersebut dapat dikembangkan secara lebih luas, dalam makna faedah sosial media dalam aspek kehidupan kita.
Lalu bagaimana memahami efek ikutan negatif dari keberadaan sosial media?. Apa makna degradasi dari bersosial media?.
Relasi yang paling dasar dari penggunaan sosial media adalah kemampuan berpikir dan berkomunikasi secara kritis. Karena sosial media sebagai pengganti media tradisional layaknya tivi, radio dan koran, memiliki daya jangkau meluas.
Hanya dengan sekali klik dan share di sosial media, dapat mengakibatkan perubahan yang vital. Fenomena penggunaan tagar, polling hingga donasi melalui sosial media seolah menjadi simbol pengelompokan.
Tapi sosial media adalah ranah tak bertuan, bak rimba raya yang sulit ditebak. Perilaku anynomus dan penggunaan fake account serta berita hoax adalah ancaman nyata bersosial media, tanpa kemampuan crosscheck.
Bersikap Kritis
Kritis bukan kritik. Sementara kritik mengambil jarak dan bertentangan, sedangkan kritis bertujuan mencari pokok permasalahan dan menyelesaikannya.
Kita dengan mudah berkomentar atas sesuatu hal yang mengedepankan aspek emosional dibanding rasional.