Membaca kompilasi wawancara Lee Kuan Yew, seolah mengumpulkan banyak kepingan penting dari sebuah lukisan besar. Mantan Perdana Menteri Singapura ini memang menjadi sosok figure yang mampu mentransformasikan negeri kecil itu, menjadi sebuah negara besar dan terpandang.
Pandangan Lee Kuan Yew sebagai pemimpin negeri Singa memang terbilang dalam, berbagai konsepsinya tentang geopolitik Amerika, Tiongkok, bahkan BRIC, serta mengulas Globalisasi dan Kepemimpinan, merentang panjang. Sebagaimana ditulis Graham Allison at all, dalam buku berjudul yang sama dengan namanya Lee Kuan Yew: Master Berpengetahuan Luas.
Singapura adalah negara kota. Luas daerah, sumberdaya alam dan jumlah penduduknya yang tidak seberapa itu, dijadikan sebagai keunggulan dibandingkan menjadi sebuah kelemahan. Bagaimana bisa? Faktornya terletak dikemampuan kepemimpinan negara.
Bagi Lee, pondasi kepemimpinan yang dapat memastikan hadirnya perubahan dan kemajuan ditopang oleh tiga hal, (1) kepemimpinan yang tegas, (2) administrasi yang efisien dan (3) disiplin social. Hal tersebut yang membawa Singapura memiliki keunggulan pembeda.
Ketika berbicara tentang Amerika, Lee menyoroti kemampuan negeri adidaya itu untuk menghadirkan semangat berwirausaha dan menumbuhkembangkan inovasi. Disisi lain, Lee sekaligus mengkritik Amerika yang terlalu terbuka dalam proses multikulturalisme, hal ini menurut Lee berpotensi untuk melunturkan budaya unggul yang telah dimilikinya.
Meski pada posisi yang sama Singapura menjadi sebuah negara terbuka, yang menjadi Hubpenghubung antar belahan dunia. Tetapi dibawah pengaruhnya, Lee tidak membiarkan terjadinya degradasi budaya. Lee memastikan hanya budaya yang mendorong terciptanya keunggulan. Salah satu bentuknya adalah memaksa kemampuan berbahasa Internasional sebagai keutamaan.
Hal itu sebuah pilihan yang jitu dan tepat, karena prasyarat untuk bersaing ditingkat dunia adalah mampu berkomunikasi secara setara. Situasi ini pula yang Lee singgung terkait Tiongkok, walau tidak dapat dipungkiri kemajuan Tiongkok dalam aspek stabilitas pertumbuhan ekonomi.
Point penting dari keberadaan Tiongkok, adalah pasar yang besar 1.3 miliar orang berada dinegeri ini. Problemnya, masih menurut Lee, hamper sama terjadi di Tiongkok dan berbagai negara Asia lainnya, yakni pemerintahan yang tidak transparan dan koruptif.
Teknologi menjadi pembeda terpenting dalam lintasan sejarah. Lee menilai bahwa kehidupan ini berlangsung dalam situasi yang hampir serupa pada berbagai masalah social dan ekonomi, terkecuali teknologi dan keunggulan penguasaan teknologi menjadi pangkal pokok bersaing.
Letak kepemimpinan dalam memastikan keunggulan bersaing sebuah bangsa, dalam penjelasan Lee, teramat vital dan signifikan. Tidak hanya meletakan dasar dari visi serta orientasi dimasa depan, pemimpin harus membangun spirit serta semangat untuk maju dibandingkan menghadirkan kekhawatiran yang berlebihan.
Kedudukan kepemimpinan, pada pemikiran Lee, lebih ditempatkan untuk disegani dibanding harus dapat menyenangkan semua pihak. Prinsipnya kalau saya tidak ditakuti berarti saya tidak memiliki arti, meski hal tersebut dimaknai secara fleksibel, karena menurut Lee, ketakutan yang menyerupai terror adalah musuh dari munculnya inovasi.