Harap maklum, beberapa waktu terakhir aktifitas fisik promosi kampus menghabiskan waktu agak banyak. Bagi kampus kecil seperti kami, ujung tombak kehidupan kampus terhitung dari seberapa besar kemampuan melakukan penerimaan mahasiswa baru.
Kapasitas yang terbatas dalam hal sarana serta prasarana fisik, termasuk permodalan membuat kami harus bergerak lebih lincah agar tidak tergilas persaingan, dan tidak tertelan di keriuhan kampus-kampus besar baik negeri ataupun swasta konglomerasi.
Seolah bagai angin sejuk, statement Presiden pada saat hadir diacara APTISI yang tercetak diberbagai media massa, terutama tentang usulan pembatasan kuota penerimaan mahasiswa perguruan tinggi negeri, agar lebih berfokus pada kualitas dilevel internasional.
Tapi hari itu, saya kebetulan sedang ikut expo edu fair disalah satu sekolah, selain kampus swasta besar, adapula ITB, IPB, UI turut hadir membuka booth stand promosi.
Seperti filosopi terang lampu berdatangan laron, maklum musim penghujan, kampus-kampus ternama itu mendapatkan magnet perhatian lebih besar. Cahaya lilin kampus kecil kami hanya menjadi pelengkap sisa dari perhatian pengunjung, toh hal ini harus tetap kami jalani karena menjadi salah satu cara untuk mendekatkan diri ke sebanyak mungkin audiens.
Persoalan yang menarik tersebut dikaitkan dengan gencarnya upaya restrukturisasi jumlah perguruan tinggi ditingjat nasional. Targetnya adalah pengurangan jumlah kampus, pada tahap awal diproyeksikan akan berkurang sekitar 1.000 kampus agar posisi jumlah kampus menjadi hanya sejumlah 3.000-an saja.
Pilihan pahit tentu ada di kampus swasta, karena target reduksi jumlah kampus jelas ditujukan bagi mereka. Tidak banyak opsi selain menutup, diakuisisi atau merger, semuanya mengandung berbagai konsekuensi.
PTS Gurem yang Tak Dirindukan
Lalu bagaimana memformulasikan peluang dalam statement Presiden tentang kuota jumlah mahasiswa PTN dengan peningkatan kualitas sekaligus reduksi jumlah PTS? Pertanyaan yang mengemuka, mungkinkah hal itu terjadi?.
Pertama: PTN memiliki strong brand, tanpa promosi sudah dicari. Masalahnya, PTN saat ini dituntut mandiri, agar tidak sepenuhnya bergantung dari subsidi.
Pengelola PTN lalu menjadi lihai bermanuver, program vokasi, ekstensi, pascasarjana hingga doktoral semua dilaksanakan. Perbesaran kapasitas tampung hingga double degree dengan luar negeri dan kelas distance learning dijalankan sebagai bentuk inovasi, semua berminat untuk ikut serta.
Kedua: PTS Besar dan Konglomerasi memiliki sumberdaya modal serta infrastruktur yang cukup dalam bersaing, bahkan dengan pola entrepreneurship kampus -kampus ini terbilang jago mengemas industri pendidikan sebagai pendamping sektor bisnis lainnya dalam konglomerasi.