Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Cost Sharing", Penyakit Katastropik, dan Cak Lontong

26 November 2017   11:10 Diperbarui: 26 November 2017   11:21 1516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tantangan terbesar dari kemampuan manajerial adalah mengatasi persoalan yang membelitnya tanpa menimbulkan problematika baru. Ibarat slogan pegadaian yang menyelesaikan masalah tanpa masalah.

Tidak terkecuali, bagi BPJS Kesehatan yang terus mengalami defisit, dalam kurun waktu penyelenggaraannya.

Kuasa pemerintah dalam menutup defisit BPJS Kesehatan, selalu menjadi langkah terakhir yang dipergunakan dalam menuntaskan masalah senjang biaya dari pendapatan BPJS Kesehatan.

Setidaknya, berbagai usulan mengemuka, dan secara garis besar, terdapat beberapa langkah solusi penyelesaian diluar tambalan dana talangan pemerintah tadi.

Pertama: kenaikan premi sesuai nilai resiko peserta. Hal ini sekaligus mendorong peningkatan kesadaran untuk hidup sehat. Premi adalah sarana bayar klaim, sehingga nilai premi yang terbentuk harus mencerminkan resiko yang potensial terjadi.

Kedua: pengurangan manfaat bagi peserta. Strategi ini, merupakan langkah untuk menambal defisit, dengan asumsi mereduksi insurance effect dimana terdapat peningkatan status kunjungan pasien ke pusat sarana kesehatan.

Ketiga: efisiensi operasional penyelenggaraan. Hal yang rasional, mengingat kondisi minimnya peningkatan pendapatan, maka penekanan biaya harus dilakukan agar tercapai keseimbangan. Tidak dipungkiri, salah satu faktor biaya yang perlu dievaluasi adalah operasional program BPJS Kesehatan.

Keempat: cost sharing sebagai bentuk iur biaya yang mengandaikan tanggungjawab peserta atas kewajiban yang seharusnya ditanggung. Hal ini menjadi bentuk partisipasi publik dalam biaya kesehatannya sendiri.

Katastropik: Persoalan Berat dan Mahal

Beberapa saat lalu, dinyatakan bahwa sebagai upaya mengatasi defisit maka BPJS menyatakan akan menerapkan penjaminan tidak lagi 100%, masyarakat akan ikut menanggung biaya dalam bentuk cost sharing untuk penyakit katastropik.

Apa itu penyakit katastropik? Dalam bahasa awam penyakit ini adalah penyakit berkategori berat yang butuh penanganan lama dan mahal serta mengancam jiwa.

Bentuknya seperti problem jantung, gagal ginjal, kanker dan stroke serta berbagai bentuk penyakit lainnya. Dalam evaluasi BPJS Kesehatan, jenis penyakit dalam kelompok ini yang memakan porsi pembiayaan JKN secara dominan.

Pertanyaannya kemudian, apakah bentuk format solusi yang ditawarkan tersebut, sudah disimulasikan? Dihitung dengan benar manfaat dan hasil yang diperolehnya?.

Lantas selanjutnya, apakah fokus terbesar dalam mengatasi defisit hanya pada penyakit katastropik saja?. Bagaimana dengan yang berkategori penyakit kategori ringan dan sedang? Siapa yang menentukan batasan klasifikasinya?.

Dalam format skema usulan untuk cost sharing sebagai bentuk pengalihan nilai penjaminan yang sebelumnya 100%, maka kebijakan tersebut dapat dipahami dengan penjelasan, bahwa publik memiliki tanggungjawab dalam bentuk partisipasi pembiayaan kesehatan individu, sekaligus menjaga pola hidup sehat agar tidak sakit.

Tetapi untuk iur biaya bagi penyakit katastropik, nampaknya belum bisa dimengerti dengan jelas.

Kalau jenis kelompok penyakit ini berat dan besar biayanya serta mengancam jiwa, mengapa tidak mendapatkan prioritas utama penanganan?.

Penentuan prioritas penanganan dalam ranah medik menggunakan pendekatan penilaian atas kondisi kegawat daruratan, apa gawat saja? darurat saja? atau kombinasi keduanya?

Mengapa tidak sebaliknya, penyakit dengan kategori ringan hingga sedang pada taraf tertentu dibebankan kepada peserta, karena nilainya masih dapat ditoleransi sekaligus mengeliminasi potensi insurance effect atas kasus-kasus non gawat darurat.

Sebagai individu non medis, tentu saja ekspektasi program BPJS Kesehatan bisa bermakna banyak bagi indikator kesehatan nasional. Meski saat ini peran utamanya masih diaspek kuratif dan belum banyak masuk keranah preventif maupun promotif.

Jangan sampai pada akhirnya kita sesat dalam alur berpikir, seperti cara pandang simplifikasi ala Cak Lontong yang bilang, kalau sehat itu kuncinya sangat sederhana, ya jangan sakit!.

Bila statement keliru ala Cak Lontong dipakai sebagai strategi ,dalam keputusasaan menghadapi defisit BPJS Kesehatan, tentu kondisi kita semua sudah tidak lagi sehat untuk berpikir secara jernih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun