Mencermati persoalan diranah kesehatan, maka kasus kematian Debora menjadi perhatian serta sorotan publik. Diluar berbagai analisa yang dapat dibuat, maka ungkapan rasa simpati kepada keluarga perlu disampaikan, karena pada hakikatnya kita semua bersedih tanpa terkecuali, terutama saat anggota keluarga kita berpulang raga dan jiwanya serta berpisah dari kita.
Tetapi ijinkan tulisan ini menjadi bagian penyeimbang untuk mendapatkan perspektif yang setara, ditengah kecaman yang begitu deras datang bagi penyedia jasa layanan kesehatan, khususnya bagi rumah sakit swasta. Hal ini, dikarenakan klasifikasi keberadaan rumah sakit swasta khususnya pada persoalan pembiayaan memiliki karakteristik yang berbeda.
Tanpa hendak bertendesi mempersoalkan benar dan salah pada kasus tersebut, maka fungsi pokok sebuah rumah sakit adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada publik tanpa diskriminasi dan mementingkan upaya dalam kerangka penyelamatan jiwa pasien. Disisi lain, rumah sakit pun memiliki tanggung jawab pada para pihak didalamnya, termasuk para karyawan, dokter, spesialis, hingga rekanan sampai kepada pemilik rumah sakit.
Berdasarkan jenis kepemilikannya, rumah sakit terdiri atas rumah sakit publik dan privat. Dalam hal ini rumah sakit public memberikan layanan yang direpresentasikan oleh state ownership baik milik pemerintah daerah maupun pusat. Sedangkan, rumah sakit privat merupakan milik pihak swasta baik yang bersifat nirlaba maupun profit oriented.
Perlu dipahami, posisi rumah sakit swasta adalah menjadi pendukung utama dalam pemberian layanan kesehatan secara nasional, yang disebabkan keterbatasan jangkauan pemerintah dalam memberikan pelayanan menyeluruh. Partisipasi swasta, diranah perumahsakitan membantu pemberian layanan bagi seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali, dengan menggunakan pendekatan ekonomi supply and demand yang kemudian membentuk faktor harga.
Adakah yang salah? Apakah laba merupakan sebuah hal yang dilarang serta tabu? Bagaimana keberlangsungan sebuah rumah sakit swasta yang harus menghidupi kebutuhannya sendiri?.
Runtutan pertanyaan tersebut, menjadi pembuka cara pandang kita terhadap rumah sakit swasta. Disamping itu, perlu pula diketahui, dalam kumpulan rumah sakit swasta pun terdapat berbagai lapisan, dari kelas besar konglomerasi, sampai kelas menengah dan bawah yang selama ini memberikan pelayanan tanpa kenal lelah dipelosok nusantara.
Implementasi JKN melalui BPJS Kesehatan, telah dimulai hingga integrasi paripurna yang ditargetkan pada 2019. Dengan demikian, semua penyedia jasa layanan rumah sakit baik negeri maupun swasta akan memiliki relasi yang asimetris dengan BPJS Kesehatan selaku pembeli tunggal (monopsony).
Pernahkah kita belajar dalam teori ekonomi, kesetimbangan itu terjadi pada relasi yang simetrik, lalu bagaimana kesetimbangan supply and demand bila relasi yang terbentuk asimetrik? Penentu utama arah keterhubungan akan ditentukan oleh pemilik kuasa yang dominan, baik pada kasus monopoli (penyedia tunggal) maupun monopsony (pembeli tunggal).
Tarif Rasional atau Penyederhanaan Biaya?
Problem yang mencuat kali ini sesungguhnya adalah hasil dari kegusaran penyedia jasa layanan swasta akan penetapan tarif yang selama ini terjadi. Institusi pembeli jasa, kerapkali tidak realistik dalam memberikan formulasi perhitungan biaya. Padahal dunia kesehatan berjalan selaras dengan perkembangan teknologi, hal ini jelas membutuhkan investasi yang tidak sedikit, tentunya dengan tujuan dapat memberikan pelayanan yang lebih baik bagi pasien.