Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Konsistensi Pendidikan Vokasi di Indonesia

2 September 2016   10:39 Diperbarui: 2 September 2016   11:02 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kita semua paham bahwa kekuatan terbesar sebuah bangsa dan negara, terletak pada sumber daya manusia. Kekayaan sumber daya alam merupakan karunia yang sudah melekat, sehingga bersifat asali. Berbeda kondisinya dengan sumberdaya manusia yang akan menjadi aktor dari kerangka pembanguanan sebuah negara maupun bangsa. Oleh sebab itu, pembentukan manusia unggul memerlukan upaya yang sistematis disegala bidang, dengan tulang pokok pada kerangka pendidikan.

Pendidikan sebagaimana diibaratkan oleh Nelson Mandela adalah senjata yang teramat dahsyat karena kemampuannya mengubah dunia. Dikarenakan hal itu pula maka, format dari bentuk pendidikan nasional memang harus lebih ditekankan pada upaya yang terstruktur dalam membangun kualitas sumber daya manusia, sehingga pada abad kompetisi antar bangsa didunia kita akan mampu bersaing secara setara.

Dalam kerangka bentuk pendidikan nasional, khususnya di perguruan tinggi, maka yang tidak dapat dihindarkan dari tujuan untuk mencapai kualitas manusia unggul tadi adalah pendidikan vokasi. Didunia pendidikan tinggi, pendidikan yang berfokus pada keahlian terapan tersebut dikelompokan sebagai institusi akademi, termasuk diranah kesehatan terdapat keperawatan, kebidanan dll.

Pertanyaan dasarnya, mengapa dibentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian terapan? Hal ini tentu sejalan dengan kondisi praktis, yang menjembatani dunia pendidikan dari kebutuhan riil ditingkat industrinya. Tersebab oleh hal itulah, maka pendidikan vokasi atau keahlian terapan menempatkan format pendidikan, dengan memperbanyak aspek praktik lapangan. Berlatih merupakan bagian dari pembelajaran yang diharapkan secara selaras dapat meningkatkan aspek knowledge (pengetahuan) dan skill (keterampilan), sebagai dimensi dari kompetensi didunia industri.

Konsepsi link and match sesungguhnya dapat diterjemahkan dalam pendidikan vokasi. Dimana dunia industri mendapatkan tenaga terampil serta terlatih yang siap bekerja, mereduksi biaya pelatihan ulang yang perlu disiapkan oleh industri bila merekrut tenaga tidak terlatih. Namun kondisi ini, tidak sepenuhnya terjadi sesuai dengan kondisi aktual yang terjadi pada pendidikan vokasi di Indonesia.

Paradoks Gelar Akademik

Kesempatan pendidikan vokasi untuk menawarkan diri sebagai tempat yang memberikan keterampilan dan keahlian terapan, nampaknya belum diakseptasi dalam persepsi bahwa pendidikan akademi memberikan kemudahan untuk diserap oleh industri. Hal itu, disebabkan oleh miskonsepsi dimasyarakat luas akan gelar akademik. Kondisi aktual dalam masyarakat modern kita saat ini masih menempatkan pencapaian gelar akademik sebagai indikasi keberhasilan, bukan pada kemampuan yang terbukti.

Maknanya, asumsi yang terbentuk dipublik akan jenjang strata pendidikan kita bahwa S2 lebih bergengsi dari S1, dan D3 hanya pelengkap penderita. Tidak sepenuhnya benar, meski banyak juga yang perlu dibenahi dalam dunia pendidikan vokasi kita. Terbilang penyelenggara pendidikan kesarjanaan S1 dan S2 begitu massif melakukan promosi kemudahan pendidikan termasuk pembiayan, sementara pendidikan vokasi masih tertatih untuk menutupi pembiayaan dalam proses pendidikan yang memerlukan biaya pelatihan lebih banyak.

Lebih jauh lagi, pendidikan vokasi din tanah air masih minim dalam kepemilikan infrastruktur yang terintegrasi dengan ranah pendidikan yang dikelolanya. Tidak jarang kemudian pendidikan vokasi tidak lebih dari sekedar pendidikan tingan menengah atas plus plus saja. Hal ini jelas perlu perbaikan, namun pemerintah harus memiliki konsepsi soal dukungan terhadap pendidikan vokasional.

Terhitung banyak pendidikan vokasional kita yang masih “compang-camping”, belum kemudian berurusan dengan pembiayaan hingga kemampuan melakukan rekrutmen peminat vokasi yang justru terkikis karena ilusi paradoks tentang gelar akademik. Tidak dipungkiri pendidikan adalah bentuk dari sektor usaha sehingga seringkali dalam persaingan usaha maka konsepsi dasar dilupakan. Padahal bangsa yang terampil dan terlatih adalah sebuah keunggulan yang dapat dijadikan pembeda kompetitif.

Kalau sudah demikian, pemerintah nampaknya perlu memberikan dukungan serta bantuan kepada pendidikan vokasional yang diselenggarakan oleh inisiatif swasta. Karena, pada pendidikan vokasi swasta letak titik lemah mengemuka, bahkan untuk urusan sarana dan prasarana. Support pemerintah bagi kalangan pendidikan vokasional swasta tentu akan dapat mereposisi persepsi publik soal pendidikan vokasi yang sudah “terlanjur” terbentuk. Jadi kembalikan mindset berpikir yang benar soal gelar akademik, karena yang diukur adalah kompetensi bukan sekedar gengsi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun