Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Indonesia, from Fragile to Agile

22 Maret 2015   08:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:54 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia: Big and Fragile Market


Pangsa pasar Asia Tenggara sebagai sebuah batasan regional sungguh menarik. Salah satu faktor utamanya adalah ditopang oleh keberadaan Indonesia sebagai pemilik populasi terbesar, 250 juta jiwa atau hampir 40% dari total penduduk di Asia Tenggara itu sendiri.


Era keterbukaan dan persaingan bisnis, selaras dengan arus globalisasi tidak terbendung lagi. Bagaimana posisi kita? Judul diatas menjadi penting sebagai refleksi bersama, agar ada lecutan positif dalam kebersamaan membangun negara tercinta.


Indonesia memiliki begitu banyak kelebihan dalam aspek sumber daya alam. Bentang luas negara, kekayaan kepulauan, sampai sumber daya alam melimpah ruah. Satu problemnya ada diaspek human resources dan tata kelola kenegaraan yang perlu disistematisir hingga masuk keruang ekonomi, hingga kemudian membentuk sebuat kekuatan secara berkelanjutan.

Penduduk ASEAN Bakal Capai 633 Juta pada 2015

Kamis, 10 Oktober 2013 | 14:57

SUARA PEMBARUAN; [BANDAR SERI BEGAWAN] Jumlah penduduk di 10 negara anggota ASEAN diperkirakan akan mencapai 741,2 juta jiwa pada 2035, meningkat dibandingkan 2015 yang diperkirakan sebanyak 633,1 juta jiwa. Dikutip dari rilis KTT ASEAN ke-23 di Brunei Darussalam, Kamis, data prospek pertumbuhan penduduk Divisi Populasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menunjukan, Indonesia menduduki jumlah penduduk terbanyak dengan 291,6 juta jiwa lebih pada 2035, diikuti Filipina 135,8 juta dan Vietnam 106 juta jiwa…


Kumpulan angka yang besar dalam jumlah populasi tersebut menempatkan Indonesia dalam posisi peringkat ke-4 ditingkat dunia. Hal yang tidak dapat dipungkiri, bila kita melihat populasi sebagai indicator keuatan sebuah negara, maka dalam korelasi yang linier maka Indonesia sudah sewajarnya pula menjadi negara dengan kekuatan ekonomi ke-4 dunia.

Negara dengan Penduduk Terbanyak di Dunia, RI Masuk 4 Besar

Herdaru Purnomo – detikfinance; Kamis, 06/03/2014 13:40 WIB

Jakarta -Indonesia Mengutip data Departemen Perdagangan AS, melalui Biro Sensusnya, Kamis (6/3/2014), …China menempati posisi pertama dengan jumlah populasi yang mencapai 1,355 miliar. Berada di nomor dua, India memiliki jumlah penduduk yang tak kalah dengan China yakni mencapai 1,236 miliar. AS masih berada di posisi ke-3 dari peringkat negara dengan jumlah penduduk terbanyak. Populasi penduduk di AS mencapai 318.892 juta. Indonesia berada di peringkat ke-4 dengan jumlah penduduk mencapai 253,60 juta jiwa dan disusul Brasil yang mencapai 202,65 juta jiwa….

Namun nyatanya, Indonesia hanya berada diranking ke 9, ekonomi dunia dengan point indicator dihitung berdasarkan Purchasing Power. Sebuah indeks yang mencoba mencari komparasi kemampuan berbelanja untuk barang atau jasa seluruh negara, dengan jenis acuan sama. Simak hal berikut:

Makro 21 Oktober 2014 Agus Dwi Darmawan

Ekonomi Indonesia Terbesar ke-9 Dunia

KATADATA – Dana Moneter Internasional (IMF) menempatkan Indonesia pada urutan ke-9 sebagai negara dengan ekonomi terbesar di dunia. PDB Indonesia hingga akhir tahun 2014 diperkirakan mencapai US$ 2,6 triliun. Posisi ini menggeser PDB Inggris yang hanya sebesar US$ 2,4 triliun.Nilai ekonomi tersebut diperhitungkan sebagai hasil perbandingan daya beli barang atau jasa di suatu negara, dengan jenis barang atau jasa yang sama dengan menggunakan mata uang dolar di Amerika Serikat. Istilah ini dikenal dengan purchasing power parity (PPP). Contohnya, The Economist menggunakan metode perhitungan tersebut berdasarkan harga burger McDonald's atau dikenal dengan “ The Big Mac index”….

Meski bernada bias, informasi tersebut harusnya mampu diterjemahkan lebih jauh dalam akselerasi pembangunan dan koordinasi pemerintah dan sector usaha, khususnya untuk menggerakkan mesin ekonomi domestic. Karena purchase power dihitung secara agregat dengan menggunakan jumlah total Produk Domestik Bruto, sedangkan indicator riil secara representative lebih mudah dilekatkan pada perhitungan pendapatan perkapita.

Pendapatan Per Kapita Orang RI Kalah Jauh Dibanding Negara Tetangga

Maikel Jefriando – detikfinance; Minggu, 11/05/2014 14:59 WIB

Jakarta -Ekonomi Indonesia yang tumbuh tinggi dalam beberapa tahun terakhir menjadi pertanyaan besar bagi banyak pihak. Terutama dari sisi kualitas. Salah satu alasannya adalah pendapatan per kapita yang tidak tumbuh signifikan.Pendapatan per kapita Indonesia yang sebesar US$ 4.700 masih jauh tertinggal dibandingkan negara kawasan lainnya. Thailand sudah pada kisaran US$ 10.000, Malaysia sudah mencapai US$ 15.000, dan Singapura yang sudah melebihi US$ 50.000…

Ukuran yang tepat dalam memposisikan Indonesia, harus membawa kita pada spirit untuk dapat bersaing. Terutama dalam kawasan regional, bersaing dengan para jiran yang telah lebih dulu masuk menjadi negara menengah dan maju. Sementara kita sebagai sebuah negara, secara objektif harus mengakui masih terdapat banyak kekurangan yang harus dibenahi, dalam prioritas yang terukur dan komitmen secara konsisten.

Indonesia dalam Pusaran Angka Indeks


Dalam rilis hasil survey Global Competitive Index, makin terbukti bahwa kita memang harus banyak belajar dan berbenah. Bahkan bila kemudian dibandingkan dengan beberapa negara tetangga disekitar kita. Bayangkan saja bagaimana kemudian jumlah populasi terbesar itu, bukan penentu kekuatan. Singapura negeri diseberang pulau Batam adalah juaranya. Tengoklah apa yang dimiliki dalam aspek luas wilayah, jumlah penduduk sampai pada persoalan sumber daya alam.

Indeks Kompetitif Global Indonesia Naik; Monday, 08 September 2014

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Forum Ekonomi Dunia (WEF) menaikkan peringkat Indeks Kompetitif Global (GCI) Indonesia dari peringkat 38 menjadi 34…Posisi Indonesia masih di bawah Singapura (2), Malaysia (20), dan Thailand (31) untuk negara-negara dari kawasan Asia Tenggara. Indonesia lebih baik dari Vietnam, Filipina, dan negara-negara ASEAN lainnya.

WEF menilai Indonesia masih menghadapi masalah pada efisiensi tenaga kerja, inovasi produk, dan penguasaan atas teknologi maju. Padahal, ketiga poin ini menjadi pilar utama bisa tidaknya sebuah bangsa bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Forum Ekonomi Dunia mensurvei 144 negara untuk periode 2014-2015 ini…

Mereka adalah pilar institusi, infrastruktur, situasi ekonomi makro, kesehatan dan pendidikan dasar, pendidikan atas dan riset, efisiensi pasar, efisiensi tenaga kerja, perkembangan pasar finansial, kesiapan teknologi maju, ukuran pasar, lingkungan bisnis, dan inovasi. Indeks kompetisi global ini mencerminkan keadaan produktivitas dan kesejahteraan sebuah bangsa secara umum. Semakin tinggi indeks yang diraih semakin bagus tingkat kompetitif negeri itu.

Tentu kenyataan pahit ini, membuat kerangka refleksi kita akan nasib bangsa ini ke depan menjadi lebih utuh. Compang-camping dalam manajemen yang tambal sulam, seolah membuat negara besar ini menjadi bulan-bulanan yang tidak berdaya. Koordinasi antar bagian, serta lemahnya stimulasi yang harusnya hadir melalui factor kenegaraan, ternyata tidak berdampak banyak.

Hampir disemua indicator kita dalam kalkulasi indeks kompetitif terbilang lemah, diantaranta kondisi ekonomi makro, kesehatan, pendidikan, bahkan teknologi dan sumberdaya manusia termasuk tingkat produktifitas dan kemampuan berinovasi menjadi kendala yang harus bisa dipecahkan melalui perencanaan dan implementasi kerangka tindakan strategic. Sementara itu, dalam domain negatif yang berbeda, maka secara ironi kita justru menjadi jawara.

Kamis, 04 Desember 2014 | 07:48 WIB

Indeks Korupsi: Indonesia Naik, Cina Melorot

TEMPO.CO, Jakarta - Hasil penilaian corruption perception index atau indeks persepsi korupsi yang dikeluarkan oleh Transparency International Indonesia menunjukkan Indonesia naik tujuh peringkat daripada tahun sebelumnya. Indonesia saat ini berada di peringkat ke-107 dengan skor 34 dari 175 negara yang diukur. Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Dadang Trisasongko mengatakan peningkatan peringkat ini patut diapresiasi. Menurut dia, kenaikan peringkat ini merupakan hasil kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan pebisnis dalam upaya mencegah dan memberantas korupsi di Indonesia…

Praktik bisnis yang culas sebagai hasil kolusi yang koruptif, antara dunia usaha dan penguasa membuat negeri ini menjadi demikian kotor. Hasil yang kemudian dituai sudah jelas, negara ini menjadi tertinggal dibanding sesamanya dalam satu kawasan, meski memiliki ukuran jumbo dalam populasi dan kekayaan alam yang terlimpahkan. Sementara itu, aspek fundamel lain yang tidak terkelola adalah soal manusia, karena “man behind the gun” merupakan actor utama dibandingkan seluruh kekayaan alam yang kita miliki.

Indeks Pembangunan Manusia, Norwegia No. 1, Indonesia No. 108; Friday, 25 July 2014

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan PBB untuk Pembangunan (UNDP) kembali merilis Indeks Pembangunan Manusia (IPM) negara-negara di dunia. Laporan untuk tahun 2013 tersebut masih menempatkan Norwegia di posisi pertama, sementara di urutan 187 atau juru kunci Nigeria.

Terdapat empat kategori kelompok dalam daftar tersebut, yakni pembangunan manusia 'sangat tinggi', 'tinggi', 'sedang', dan 'rendah'. Kategori-kategori tersebut didasarkan pada evaluasi atas tiga dimensi utama. Ketiga dimensi tersebut adalah 'hidup panjang yang sehat', 'akses terhadap ilmu pengetahuan', dan 'standar kehidupan yang layak'.…Indonesia sendiri termasuk ke dalam ketogi 'sedang', berada pada peringkat 108. Posisi tersebut di atas Myanmar (150), Laos (139), Kamboja (136), Timor-Leste (128), Vietnam (121) dan Filipina (117). Sementara negara-negara ASEAN di atas Indonesia adalah Singapura (9), Brunei (30), Malaysia (62)dan Thailand (89)….

Karakteristik negara kepulauan yang memiliki populasi heterogen dan tidak konsentrik, membuat Indonesia memang harus memiliki strategi yang tepat dalam merumuskan kebijakan ditingkat nasional. Hal ini harus dipikirkan secara serius, mengingat kendala infrastruktur dasar dalam arus lalu lintas informasi dan barang yang harusnya diperluas dalam konteks aksesibilitas.

Bersamaan dengan infrastruktur dasar tersebut, maka disertai pula dengan pembangunan softskill yakni pendidikan dan kesehatan yang menajdi investasi masa mendatang pada manusia Indonesia harus diformulasikan secara rigid.

Melongok Kemiskinan dan Ketimpangan

Kegagalan dalam membangun sistematika kenegaraan, dalam bidang ekonomi membuat kita semakin terhuyung. Dikotomi kelompok berpunya dan miskin semakin mengental, menimbulkan kerawanan social. Kemiskinan semakin membumbung tinggi, meski deretan mobil mewah semakin mudah kita jumpai dijalan raya. Sementara itu kemacetan terjadi dibeberapa kota besar, dengan konsumsi bahan bakar bersubsidi, sedangkan dipelosok desa kelaparan terjadi.

BPS Akui Kemiskinan di Indonesia Semakin Dalam dan Parah

Maikel Jefriando – detikfinance; Kamis, 02/01/2014 15:29 WIB

Jakarta -Badan Pusat Statistik (BPS) merilis tingkat kemiskinan Indonesia setiap tahunnya. Selain itu, instansi ini juga mengukur indeks kedalaman kemiskinan (IKK) dan indeks keparahan kemiskinan di dalam negeri.


Kepala BPS Suryamin mengatakan indeks kedalaman kemiskinan naik dari 1,75% (Maret 2013) menjadi 1,89%. Kemudian indeks keparahan kemiskinan naik dari 0,43% (Maret)menjadi 0,48%. Artinya menurut Suryamin tingkat kemiskinan yang ada di Indonesia semakin parah. Sebab berada menjauhi garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin semakin melebar.


Meksi berbagai pusat perbelanjaan tumbuh secara sporadic diberbagai kawasan perkotaan, kelas menengah juga semakin bertambah, namun jarak ketimpangan bertambah melebar. Gap yang timbul tersebut, membuka potensi terpendam secara negative bagi bangsa ini yang pernah merasakan “amok massa” pada krisis moneter di periode 1998.

"Pak Harto yang Otoriter Saja, Gini Rationya Tak Sebesar Ini.."

Jumat, 10 Oktober 2014 KOMPAS/PRIYOMBODO


JAKARTA, KOMPAS.com - Ketimpangan ekonomi penduduk Indonesia yang tercermin dari indeks gini semakin mengkhawatirkan. Indeks gini ini biasanya digunakan untuk mengukur kesenjangan pendapatan dan kekayaan suatu negara. Dengan indeks gini di atas 0,4, ketimpangan di Indonesia tergolong tinggi. Guru Besar Universitas Gadjah Mada, Bambang Sudibyo mengatakan, ketika Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memulai pemerintahan, indeks gini Indonesia di level 0,36 (2005). Pada 2011 indeks gini sudah mencapai 0,41…Dia mencontohkan, pembangunan "gagal" menyebabkan ketimpangan di negara-negara seperti Thailand, Singapura, Malaysia, dan Argentina, tinggi. Bahkan ketimpangan di Thailand mencapai 0,531, sedangkan di China juga tercatat tinggi mencapai 0,48…

Format bangsa yang gagal tersebut, tampak kokoh dari luar namun memiliki sendi kerapuhan secara internal. Dan hal itu, secara telak dapat terlihat dari apa yang tersaji akhir-akhir ini. Hukuman bagi pelaku kelas “keroco” menjadi lebih berat dibandingkan dengan pelaku “kerah putih” dikasus korupsi. Memori kolektif yang buruk dimasa lalu hendaknya menjadi pelajaran bagi kita bersama untuk memulihkan sendi nan rapuh tersebut, tentang kebersamaan dan kesatuan.

Apa yang harus dan segara menjadi prioritas urgan bangsa ini? Tata kelola pemerintahan dan sinergi dengan dunia swasta, membangun kekuatan ekonomi yang bersandar pada kepentingan dan kemampuan ekonomi masyarakat secara keseluruhan. Termasuk diantaranya, meningkatkan daya saing melalui investasi manusia yang berkualitas, dan mengoptimalkan sumber daya alam yang dimiliki dalam kerangka kemakmuran berbangsa dan bernegara, melalui penegakan hukum berimbang serta regulasi yang berpihak bagi keadilan publik.

Dipenghujung akhir, meski dalam kesusahan, ternyata terdapat optimisme yang dapat dipahami bila masyarakat secara keseluruhan selalu menggunakan persepsi positif dan optimis yang terlihat dalam indeks kebahagiaan. Hal ini berkorelasi dengan ekspektasi dan harapan dimasa mendatang, rasa percaya diri ini harusnya menjadi modalitas yang cukup bagi pemerintahan untuk meiliki performa yang terbaik dalam mengupayakan realisasi kebaikan di negeri ini.

Indeks Kebahagiaan Indonesia Meningkat

Kamis, 5 Februari 2015 TRIBUN JABAR / SITI FATIMAH

BANDUNG, TRIBUNJABAR.CO.ID- Indeks kebahagiaan Indonesia tahun 2014 meningkat dibanding tahun 2013. Hal ini terlihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat indeks kebahagiaan Indonesia tahun 2014 sebesar 68,28 pada skala 0-100, atau meningkat 3,17 poin dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 65,11....indeks kebahagiaan merupakan indeks komposit yang disusun oleh tingkat kepuasan terhadap 10 aspek kehidupan yang esensial. Setiap aspek kehidupan memiliki besaran kontribusi yang berbeda-beda terhadap indeks kebahagiaan. Hal ini terjadi karena perbedaan penilaian mengenai derajat pentingnya setiap aspek kehidupan terhadap tingkat kebahagiaan secara keseluruhan…

Tentu sulit menilai, apakah survey yang dilakukan BPS tersebut dilaksanakan secara benar, karena seperti umumnya masyarakat beradat Timur, kita tiak pernah bersikap terbuka dan jujur akan kesedihan dan akan selalu senang untuk berbagi kebahagiaan. Tetapi, sebaiknya hal ini dipandang secara positif untuk memotivasi perubahan menuju perbaikan Indonesia dimasa mendatang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun