Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Keterpaksaan: Studi Hubungan Kepuasan Pelanggan dan Pembelian Berulang pada Kasus Maspakai Udara

8 Maret 2015   14:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:59 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak selamanya antrian pelanggan adalah sebuah penyiksaan, bahkan untuk beberapa brand dominan kepuasaan pelanggan tidak berkorelasi langsung dengan berkurangnya pembelian berulang. Aspek keterpaksaan lebih tepat untuk mengilustrasikan persoalan ini, sebagai bentuk dari ketiadaan alternatif lain bagi konsumen.

Menjadi besar dalam pangsa pasar yang mayoritas, memang menciptakan hambatan tersendiri bagi terciptanya persaingan, bekal keunggulan yang dimiliki adalah karena tidak adanya pilihan lain. Dalam kerangka korporasi, strategi bergantung ini hanya dapat dilakukan secara berkesinambungan melalui perencanaan hulu-hilir.



Formulasi bisnisnya sederhana, konsumen dibentuk untuk sangat demanding atas layanan produk/ jasa yang diberikan. Sementara itu pada sisi suplier hanya terdapat pilihan jumlah yang sangat sedikit, selain itu hanya terdapat satu pemasok yang mendominasi yang menguasai lebih dari separuh portofolio bisnis secara keseluruhan.


Beberapa waktu lalu, kita dikejutkan dengan kasus ketidakpuasan penumpang akan terjadinya delay yang berlarut-larut dari sebuah maskapai udara domestik.Hal ini yang akan menjadi objek pembahasan kita kali ini. Sekali lagi, meski menghadapi kasus amuk penumpang, agaknya hal itu, tidak membuat korporasi tersebut menjadi lebih sensitif atas suara konsumen. Padahal diktum utama dari pemberi layanan adalah menjadi pelayan terbaik dari apa yang dibutuhkan pelanggan.



Noise and voice dari pelanggan harusnya menjadi indikator dari kemampuan perusahaan, dalam merespon perubahan yang menjadi kepentingan konsumen. Lebih jauh lagi, hubungan pelanggan harus dikelola dalam skema relational, bukan sekedar hubungan transaksional. Menjadikan pelanggan sebagai pusat bisnis dengan memahami insight dari benak pelanggan adalah sebuah ultimate yang hendak dicapai.



Strategi Dominasi dan Ketidakpuasan

Saat dominasi menjadi bagian dari strategi yang dipergunakan oleh perusahaan, maka pola membangun ketergantungan didapat dari timpangnya hubungan supply vs demand. Ketidakpuasan pelanggan bukan lagi masalah, karena toh tidak ada pilihan lain yang bisa dilakukan konsumen. Dengan cengkraman kuat atas bisnis, melalui penguasaan pangsa pasar lebih dari 70%, maka pelaku market leader bisa bertindak mendikte kemauan pasar.



Hal itu yang dapat menjelaskan mengapa tidak terlihat satu action dalam kerangka komunikasi melalui jalur public relation yang lebih baik dalam menangani kasus keterlambatan akut yang terjadi tersebut. Bahkan kemudian otoritas regulator pun sebagai pemangku kebijakan, nampak tidak berdaya untuk meminta perlakuan yang adil bagi para pelanggan.



Pada tinjauan strategis, langkah yang dilakukan oleh maskapai tersebut pun ternyata telah melampaui apa yang bisa dibayangkan. Kontrak pembelian pesawat yang dibangun bersama dua produsen pesawat yakni Boeing dan Airbus dengan jumlah untuk masing-masing pabrikan mencapai lebih dari 200 buah, menjadikan langkah tersebut sebagai sebuah upaya untuk mengunci kapasitas produksi dari para pabrikan dalam melayani permintaan maskapai lain.

Hal ini menjadikannya, sebagai sebuah langkah infrastructure beyond the strategy. Dimana dengan begitu barrier to entry bagi pemain baru diciptakan setinggi mungkin, termasuk mempertebal jarak keunggulan kompetitif dibanding pesaing. Bahkan pada penandatanganan bisnis tersebut, para kepala negara yang menjadi asal dari para pabrikan termasuk Barrack Obama nampak wajib untuk hadir dan menyaksikan kesepakatan bisnis yang notabene bersifat B to B.

Bahkan bila kemudian ditelusur, dalam percakapan sebelumnya petinggi perusahaan maskapai tersebut pernah berbicara tentang pengakuan bahwa maskapai miliknya mungkin adalah maskapai terburuk didunia, butyou don’t have any option, seolah dibenci tapi dirindukan. Pertanyaannya kemudian, apakah strategi yang dibangun dengan cara sedemikian akan bertahan lama?.

Secara pribadi, dukungan terpenting dari layanan transportasi udara dalam memberikan pelayanan adalah ketersediaan pesawat terbang dan rute. Keduanya adalah hal vital yang signifikan dalam membangun kekuatan penting bersaing. Maskapai yang kita jadikan sebagai objek penelitian ini, memiliki kapasitas yang sangat mumpuni dalam penguasaan kedua hal strategis tersebut.

Disisi lain, permintaan akan kebutuhan melebihi pasokan yang disediakan. Needs kemudian tidak terkonversi menjadi wants karena tidak adanya pilihan, sehingga dimungkinkan ketidakpuasan terjadi namun tidak berarti kemudian membuat perilaku konsumen untuk beralih dalam melakukan pembelian berulang.

Namun pitfall yang menjai titik krusial pelayanan ini akan sangat mungkin menjadi viral marketing akan brand image maskapai tersebut. Meski melakukan pembelian berulang dengan wajah bersungut, maka konsumen akan semakin teredukasi dan menjadi lebih bijaksana dan pintar dalam menjatuhkan pilihan dimasa yang akan datang.

Pada kerangka berpikir sedemikian, maka bangunan yang hendak dibentuk oleh korporasi tersebut sesungguhnya menjadi house of cards yang sangat mudah untuk runtuh, manakal angina perubahan berhembus, dan persaingan secara terbuka secara open air pada kesepakatan regional mendatang akan menciptakan tantangan bagi maskapai tersebut dalam memperbaharui dirinya.

Karena hakikat utama dalam industry yang berkesinambungan adalah membentuk kemampuan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan sebisa mungkin, selama mungkin dan sebaik mungkin, lebih dari sekedar penguasaan atas dominasi alat dan sarana semata. Semoga ini menjadi catatan yang harusnya bisa dipertimbangkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun