*Tantangan Presiden Terpilih dalam Eavluasi RAPBN 2015
Akhirnya keputusan yang dinanti tersebut, pungkas sudah diumumkan oleh sidang majelis Mahkamah Konstitusi, bahkan tanpa disertai dissenting opinion. Final sudah bahwa gugatan dalam sengketa hasil Pilpres diakhiri dengan pernyataan bahwa seluruh gugatan ditolak.
Jelas bahwa hasil ini mengukuhkan posisi legal dari keputusan hasil rekapitulasi pemungutan suara Pilpres yang telah dilaksanakan oleh penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU. Pun termasuk putusan yang dihasilkan dalam forum yang berbeda di DKPP dengan pernyataan bahwa KPU dinyatakan melanggar etika untuk beberapa lokal tingat daerah.
Lalu apa yang menjadi catatan penting dari hasil yang telah berkeputusan final dan tetap serta mengikat dalam aspek hukum tersebut? Serta bagaimana kemudian kita melihat bangsa ini yang hampir terbelah pada sebuah episode panjang kontroversi yang dihelat oleh kelompok pendukung dan elit politik?
Terlepas dari hasil akhir di MK dan DKPP, sesungguhnya euforia dalam Pilpres kemarin sempat mengaburkan banyak waktu dan konsentrasi kita untuk berargumentasi dalam kepentingan kekuasaan, sementara itu tidak banyak yang memperhatikan hal penting dalam tantangan besar pada kehidupan bernegara yang telah merdeka 69 tahunlamanya, sebagaimana yang tercermin dalam RAPBN 2015.
Seperti diurai dalam nota keuangan dan pembacaan RAPBN 2015, maka keberlangsungan pemerintahan mendatang dalam mewujudkan kepentingan yang lebih luas bagi elemen bangsa dan negera adalah memastikan kemakmuran dan keadilan sebagai sendi dari perikehidupan berbangsa dan bernegara serta hadir ditengah masyarakat secara langsung.
Namun, apa boleh buat RAPBN 2015 memiliki postur yang nampaknya tidak similar dengan kehendak pemerintahan mendatang untuk dapat menterjemahkan soal kedaulatan, kemandirian dan berkebudayaan. Bagaimana tidak asumsi yang dipergunakan dalam rumusan RAPBN 2015 nampak jauh dari kebutuhan untuk bisa berdaya.
Dengan angaran yang berada dalam posisi defisit Rp257T, maka tambalan yang dapat dilakukan adalah dengan berhutang, terlebih pertumbuhan ekonomi dipatok pada angka 5.6% sementara asumsi inflasi berada dikisaran 4.4% sesuatu yang nampak muskil karena indikasi dari beban produksi yang akan bertambah sebagai akibat konsekuensional dari imbas kenaikan ongkos produksi .
Belum lagi kita akan bicara upaya mengurangi defisit dengan melepas beban subsidi BBM yang akan secara langsung berhadapan dengan kaitan lonjakan harga barang. Dalam bahasa yang sangat sederhana, maka tugas pemerintahan mendatang sangatlah berat dan hal ini tentu tidak bisa dipikul oleh sebagian golongan dan kelompok tertentu.
Oleh karena itu, bersatu dalam kesatuan sebagai bangsa dan negara adalah sebuah hal yang menjadi catatan penting untuk diperbaiki setelah badai menerpa diseputaran Pilpres. Agar kemudian bangsa ini menjadi kuat dalam kebersamaan sehingga tantangan ekonomi menjadi lebih mudah untuk dijinakkan.
Bila kemudian orientasi kekuasaan hanya dikejar untuk persoalan kemenangan tertentu saja, maka sesungguhnya makna kemerdekaan yang substansial dan hakikat dalam hidup bernegara akan harapan adil, makmur dan sejahtera hanya merupakan angan semata.