Pada kesempatan kali ini, saya mendapatkan pengetahuan baru dalam dunia public relations, secara umum kita mengenal peran hubungan masyarakat dalam menjembatani kebutuhan komunikasi publik pada sebuah instansi, wilayah kerjanya membentang dari membangun persepsi, mendongkrak citra, memperkenalkan layanan atau produk baru hingga menjadi sarana dalam menetralisasi situasi krisis yang kadang kala terjadi tanpa pernah diharapkan sebelumnya.
Partner seterunya adalah media yang mewakili aspek publik, agenda yang seringkali dilakukan adalah konferensi press maupun membuat sebuah press release, dan keingintahuan awak media kerapkali berhadapan dengan tugas kehumasan yang penting untuk membentengi perusahaan dari berbagai kepungan pemberitaan negatif, disertai dengan keharusan membangun awareness publik secara positif dan berkelanjutan.
Hal terpenting dalam konteks kehumasan adalah menjadikan insan press lebih dari sekedar friend dibandingkan enemy, atau secara paradox kita akan menempatkan media dalam kapasitasnya melakukan upaya publikasi dimedia massa sebagai frenemy -teman sekaligus musuh dalam makna yang konstruktif, artinya disatu sisi membantu kita dalam leverage publisitas pada jangkauan audiens yang meluas, sekaligus menjadi musuh untuk membangun kemampuan berargumentasi melalui data dan fakta, karena kerapkali awak media mencari celah pemberitaan yang sexy bagi konsumsi publik dan bernilai layak berita.
Pameo "bad news is a good news" kerapkali muncul sebagai sebuah pembenaran, ketika para pihak terkait tidak mampu menyajikan data dan informasi dalam paparan yang jelas secara eksplanasi, atau ada data yang tidak bisa dikomunikasikan, hal ini kerap menjadi bumerang yang ditangkap oleh media press, tanpa kita sebagai objek pemberitaan mampu melakukan perlawanan secara argumentatif.
Apa yang sebaiknya dilakukan dalam situasi tersebut berdasarkan kacamata public relations? berikan bukti secara jelas dan jangan menghindar, komunikasikan dengan berpegang pada prinsip “lebih cepat lebih baik” dibandingkan dengan masalah yang telah terakumulasi besar, sebab akan menjadi sebuah kesulitan tersendiri dalam mengatasinya, bila konteks masalahnya menjadi pelik dan penuh dengan kompleksitas.
Kerapkali masalah berkembang penuh dengan opini yang telah mempersepsikan suatu hal tertentu, kondisi tersebut kerapkali diserap secara utuh oleh awak media yang memiliki pemahaman berbeda, dan dalam hal ini diperlukan kemampuan serta kejelian praktisi kehumasan untuk dapat melakukan edukasi kepada para jurnalis untuk memahami permasalahan secara utuh serta berimbang dengan konsep cover booth side.
Fenomena social media kerapkali saat ini menjadi sebuah masalah baru bagi humas, termasuk ketidakpuasan pelanggan hingga akun anonim, untuk yg terakhir pilihannya sebaiknya diabaikan karena akun sosial media anonim kerapkali memang dijadikan alat untuk menyebar fitnah dan kebencian, sedangkan bagi akun terverifikasi jelas memerlukan respon berupa tanggapan langsung.
Menyelesaikan persoalan tanpa menyisakan permasalahan adalah bagian dari domain public relations, dan hal itu akan dapat dilaksanakan dengan baik bila kemudian insan kehumasan mampu memahami keberadan dirinya, serta memahami rekan kerjanya yakni awak media dengan berbekal pengetahuan yang cukup untuk meladeni keingintahuan, karena pada sifat asalinya insan press memang menggunakan sudut pandang pesimistik serta dilahirkan untuk terus bertanya akan segala sesuatu, untuk hal tersebut kita pun sebagai humas harus bersiap dengan aneka rupa kunci jawaban.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H