“Belilah barang sesuai keperluan”. Seperti itu nasihat yang sering saya dengar untuk menghemat penggunaan uang. Artinya, kita diminta membeli barang sesuai dengan yang kita perlukan. Sesuai fungsinya dan bukan karena keinginan atau rasa gengsi.
Secara umum nasihat itu benar, agar kita tidak boros dalam mengeluarkan uang. Namun, dorongan hati untuk membantu orang lain terkadang membuat saya membeli barang yang tidak sesuai keperluan. Seperti ketika menjumpai seorang pemuda penjual koran yang kakinya cacat dan menawarkan dagangannya di perempatan jalan.
Ketika lampu lalu lintas menyala merah, dengan langkah tertatih-tatih dia menawarkan koran ke beberapa pengemudi roda dua maupun roda empat. Berkejaran dengan waktu, dia berjalan dan singgah sejenak dari satu kendaraan ke kendaraan lain. Pada kondisi seperti ini, sebelum dia menghampiri, saya sudah menyiapkan uang dua ribu untuk satu eksemplar koran cetak.
Padahal kalau dipikir dan sesuai wejangan di atas, bisa saja untuk keperluan mencari berita terbaru, cukup berselancar di gadget yang saya bawa. Toh, beritanya kurang lebih isinya sama. Malah lebih baru berita yang dibaca di media daring daripada media cetak. Namun kenapa saya tetap membeli korannya? Apa itu bukan pemborosan?
Dalam hal ini ada satu hal yang menggerakkan hati untuk membeli, usahanya untuk tidak meminta-minta yang membuat saya menghargainya. Dengan kondisi kakinya yang cacat, dia tidak mau memanfaatkannya untuk mengharap belas kasihan orang lain, hanya menengadahkan tangan dan meminta-minta. Justru di tengah keterbatasan itu, dia berusaha untuk mencari nafkah yang tidak merendahkan dirinya. Dia telah menghargai dirinya dengan berjualan koran. Satu pelajaran berharga saya dapatkan darinya, tidak mau menerima imbalan tanpa ada sesuatu yang harus dia berikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H