Mohon tunggu...
Yudhi Dharma Nauly
Yudhi Dharma Nauly Mohon Tunggu... Administrasi - Penggemar nasi gurih pake telor bulet dan teri kacang

Memandang dari perspektif toko sebelah

Selanjutnya

Tutup

Financial

Belanja Apa Gak Belanja Gitu Pertanyaannya

27 Agustus 2020   14:09 Diperbarui: 3 September 2020   09:49 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi oleh Sadila bagas Prasetyo

Belum lama ini ada ekonom senior (you know who lah pokoknya) bicara  di sebuah acara tv nyuruh masyarakat supaya siap-siap hadapi resesi. Caranya dengan berhemat dan jangan belanja yang tidak perlu. Lho kok gitu? Bukannya kalau resesi kita justru harus banyak belanja? Kan katanya resesi itu pelemahan ekonomi gegara demand atawa permintaan agregat masyarakat anjlok. Bayangkan, kalau semua orang gak ada yang mau belanja. Kalau semua orang kekepin duitnya di bawah kasur. Ekonomi bakalan kehabisan darah, terus ujung-ujungnya mati. Jadi dah resesi.

Makanya, buat hadapi resesi pemerintah ambil kebijakan fiskal ekspansif. Pemerintah berkorban. Pas penerimaan negara anjlok, belanja negara justru digenjot abis. Kalau perlu ngutang. Biar tekor asal kesohor gitu dah. Tujuannya jelas bukan pengen kesohor ajah. Tapi kasih stimulus supaya masyarakat mau belanja lagi. Supaya perusahaan ada yang beli barang produksinya. Supaya perusahaan bisa kasih upah ke karyawannya. Supaya karyawan pada bisa belanja lagi. Supaya transaksi berjalan lagi, uang berputar lagi, dan ekonomi bernapas lagi. Tapi kok pas mau resesi gegara Covid-19 sekarang ini,  dibilang kita harus irit-irit?

Kayaknya kita kudu analisa lebih  teliti lagi deh. Ternyata resesi selain nyangkut sama masalah demand yang anjlok, juga sangkut sama keyakinan, biar keren sebut aja confidence lah, masyarakat pada perekonomian. Demand anjlok kalau masyarakat gak yakin apa penghasilan yang didapat sekarang bakal didapat lagi bulan depan, bulan depannya lagi dan seterusnya. Kalau confidence ini pupus, masyarakat bakal coba bertahan dengan apa yang dipunya  saat ini. Jadi, yang kita punya saat ini harus dihemat, supaya bisa menopang hidup kita selama mungkin. Terus begitu sampai kondisi membaik dan keyakinan, eh confidence, pada perekonomian tumbuh lagi.


Sekarang ini kita diambang resesi. Tapi gimana mau belanja kalau kita gak tau kapan ekonomi bakal pulih lagi. Kalau Covid-19 masih ada, pedagang dan pembeli masih terancam bahaya maut. Kalau pasar pada tutup gegara ada pedagang positif, gimana transaksi bisa jalan coba. Kalau karyawan kantor mulai ketularan dan satu-persatu kantornya tutup, gimana bisnis mau menggeliat coba. Kalau buruh  mulai kena juga, pabriknya pada tutup, gimana barang mau diproduksi coba. Yakin bulan depan masih gajian?


Memang betul Agustus ini pertumbuhan ekonomi kita membaik, kurvanya mulai naik. Tapi ini kan bukan karena pandeminya sudah reda seperti di negara-negara lain. Kegiatan ekonomi kita jalan lagi karena kita pura-pura gak ada Covid-19. Peace bro n sis. Dengan angka positif baru yang terus membengkak, dengan angka kematian yang terus meningkat, jelas kita masih jauh dari puncak gelombang pertama. Ekonomi kita saat ini dicoba untuk terus bergerak dengan asumsi yang amat rapuh, kita-kita gak bakal kena Covid-19.


Kita semua berharap vaksin segera bisa dipakai. Dengan adanya vaksin, nanti kita gak takut lagi memutar roda perekonomian. Kalau ada ancer-ancer kapan vaksin bakal dirilis, kita bisa bikin rencana dari sekarang kapan mau mulai buka toko lagi, kapan pabrik mau mulai produksi lagi, kapan mau mulai ngegrab lagi. Tapi kayaknya masih gak jelas, apa akhir tahun ini, apa pertengahan tahun depan, atau malah lebih lama lagi. Belum lagi masalah kehandalan vaksinnya. Sama Sputnik V nya Rusia aja banyak yang sangsi. Ketidakpastian ini salah satunya yang gerus confidence masyarakat pada perekonomian.


Jadi gimana nih? Jadi gak beli sepeda lipatnya? Kalau yakin vaksin bakal jadi dirilis akhir tahun ini, yakin pemulihan ekonomi bakal nyusul, yakin gaji bakal ngalir terus, ya beli lah. Tapi kalau gak yakin, tahan dulu deh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun