Mohon tunggu...
Yudha Wishnuwardana
Yudha Wishnuwardana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya seorang mahasiswa di IPB University yang sedang mencoba menulis artikel

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Resilience In Nature : Adapting to Environmental and Economic Change

27 September 2024   18:30 Diperbarui: 27 September 2024   18:35 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Resilience In Nature: Adapting to Environmental and Economic Change

Moderator: Muhammad Haikal
Narasumber: Ady Saiman, Relawan Komunitas Peduli Ciliwung

21 September 2024, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University

Indonesia, sebagai salah satu negara dengan keanekaragaman hayati yang luar biasa, menghadapi tantangan besar dalam menjaga kelestarian alamnya. Dalam beberapa dekade terakhir, kerusakan lingkungan di Indonesia meningkat drastis, mulai dari deforestasi hingga pencemaran perairan. Faktor lingkungan yang semakin memburuk diperparah oleh tekanan ekonomi dan perkembangan industri yang kurang memperhatikan dampak terhadap alam.

Tingkat Deforestasi yang Tinggi di Indonesia

Indonesia termasuk dalam negara dengan tingkat deforestasi tertinggi di dunia. Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit, pertambangan, dan pembangunan infrastruktur adalah beberapa penyebab utama hilangnya hutan. Menurut laporan Global Forest Watch, Indonesia kehilangan jutaan hektar hutan setiap tahunnya. Ini tidak hanya mengancam keanekaragaman hayati, tetapi juga memicu perubahan iklim global dengan meningkatnya emisi karbon dioksida.

Ady Saiman, seorang relawan dari Komunitas Peduli Ciliwung, menyoroti bagaimana deforestasi di daerah aliran sungai turut memperparah masalah pencemaran dan kerusakan ekosistem perairan. "Ketika hutan dibabat, tanah menjadi lebih rentan terhadap erosi, menyebabkan peningkatan sedimentasi di sungai-sungai seperti Ciliwung. Ini berdampak pada kualitas air dan habitat makhluk hidup di dalamnya," jelasnya.

Sampah Plastik di Lautan: Ancaman Nyata

Selain deforestasi, Indonesia juga menghadapi masalah besar terkait sampah plastik. Lautan Indonesia, yang kaya akan sumber daya laut, kini terancam oleh limbah plastik yang terus meningkat. Diperkirakan Indonesia adalah penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia, setelah Tiongkok. Sampah-sampah ini bukan hanya merusak ekosistem laut, tetapi juga membahayakan kehidupan laut seperti penyu, ikan, dan burung laut yang sering kali terjebak atau memakan plastik yang ada.

"Plastik dari daratan yang tidak dikelola dengan baik akan berakhir di sungai, termasuk Ciliwung, yang kemudian terbawa ke laut. Meski sering dilakukan pembersihan, volume sampah terus bertambah karena pola konsumsi dan manajemen limbah yang buruk," ujar Ady.

Kerusakan Lingkungan: Pencemaran Air, Polusi Udara, dan Kondisi Bumi yang Memburuk

Kerusakan lingkungan di Indonesia tidak hanya terbatas pada deforestasi dan sampah plastik. Pencemaran air dan udara juga menjadi perhatian serius. Sungai-sungai di perkotaan, termasuk Ciliwung, kerap kali tercemar oleh limbah industri dan rumah tangga. Sementara itu, polusi udara di kota-kota besar, seperti Jakarta, semakin memperburuk kualitas hidup warganya.

"Di sepanjang bantaran Ciliwung, kita bisa melihat limbah pabrik yang dibuang langsung ke sungai. Ini sangat membahayakan ekosistem perairan dan masyarakat sekitar yang masih memanfaatkan air dari sungai untuk kebutuhan sehari-hari," kata Ady. Pembuangan limbah industri yang sembarangan tidak hanya mengancam kesehatan manusia, tetapi juga mempercepat degradasi lingkungan.

Industri yang Membuang Limbah di Perairan

Sungai Ciliwung, yang mengalir melalui ibu kota Jakarta, menjadi saksi nyata bagaimana aktivitas manusia, terutama industri, memberikan dampak besar terhadap lingkungan. Pembuangan limbah industri ke sungai ini menyebabkan degradasi kualitas air yang mengkhawatirkan. Meskipun sering dilakukan pembersihan oleh berbagai komunitas, kondisi sungai kerap kembali kotor akibat kurangnya pengawasan dan penegakan hukum yang tegas.

"Pembersihan sungai sering dilakukan, tapi sampah dan limbah terus mengalir. Ini seperti berusaha memadamkan api sementara bahan bakarnya terus ditambah. Kita perlu solusi yang lebih berkelanjutan dan penegakan hukum yang tegas," ungkap Ady.

Solusi: Langkah-Langkah Menuju Pemulihan Lingkungan

Mengatasi kerusakan lingkungan di Indonesia memerlukan upaya kolektif dari berbagai pihak. Ady Saiman memberikan beberapa solusi yang bisa diterapkan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan:

1. Peningkatan Edukasi dan Kesadaran Masyarakat : Masyarakat perlu lebih sadar akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, mulai dari mengurangi penggunaan plastik hingga membuang sampah pada tempatnya.

2. Penegakan Hukum yang Lebih Kuat: Pemerintah perlu memperketat pengawasan dan penegakan hukum terhadap industri yang membuang limbah sembarangan, terutama di daerah-daerah aliran sungai seperti Ciliwung.

3. Kolaborasi antara Pemerintah, Swasta, dan Komunitas: Pemulihan lingkungan tidak bisa hanya mengandalkan satu pihak. Pemerintah, sektor swasta, dan komunitas seperti Komunitas Peduli Ciliwung harus bekerja sama dalam menciptakan program-program yang berkelanjutan.

4. Pengembangan Teknologi Hijau: Industri perlu didorong untuk menggunakan teknologi yang lebih ramah lingkungan dan mengurangi emisi serta limbah yang mereka hasilkan.

5. Rehabilitasi Hutan dan Daerah Aliran Sungai: Untuk mengatasi masalah deforestasi dan erosi, perlu dilakukan upaya rehabilitasi hutan dan penanaman kembali pohon di daerah aliran sungai.

Ady menutup diskusi dengan harapan bahwa generasi muda bisa lebih aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan. "Kita harus terus berjuang, meski kecil, agar alam kita bisa pulih. Jika kita menyerah, masa depan kita, dan bumi ini, akan semakin suram," pungkasnya.

Kesimpulan

Kerusakan lingkungan di Indonesia, seperti deforestasi, pencemaran air, dan sampah plastik, adalah tantangan besar yang memerlukan tindakan segera. Meskipun tantangannya besar, dengan edukasi, penegakan hukum, teknologi, dan kolaborasi antara berbagai pihak, masih ada harapan untuk memulihkan keadaan. Resiliensi alam terlihat dalam kemampuannya untuk pulih, tetapi kita juga harus siap beradaptasi dan bertanggung jawab atas perubahan yang kita buat terhadap lingkungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun