Baru-baru ini, Steve Case meluncurkan buku berjudul “The Third Wave: An Entrepreneur’s Vision of the Future”. Dalam Bahasa Indonesia, judul buku tersebut berarti “Gelombang Ketiga: Sebuah Visi Masa Depan bagi para Entrepreneur”. Konon, di buku tersebut, Steve membahas perubahan besar-besaran yang akan dialami oleh industri digital pada dasawarsa kedua abad 21 ini.
Gelombang ketiga sendiri merupakan julukan terhadap perubahan arah industri digital setelah selesainya gelombang pertama dan gelombang kedua. Steve merujuk gelombang pertama sebagai kerja keras untuk membangun inti dari infrastruktur internet. Dalam hal ini, fokusnya adalah perangkat keras, perangkat lunak, jaringan, server, dan lain sebagainya. Periode ini ditandai dengan nama-nama besar perusahaan yang bergerak di bidang infrastruktur internet, seperti: AOL, Cisco, Sun, Microsoft, dan Netscape.
Adapun Gelombang Kedua berbicara tentang membangun aplikasi dan layanan berbasis internet. Pemenang besar dalam Gelombang Kedua ini, antara lain: Facebook, Google, dan Twitter. Perusahaan-perusahaan ini dinilai berhasil menjadikan internet sebagai alat yang sangat membantu dalam keseharian penggunanya.
“(Era) Gelombang Ketiga baru saja dimulai,” ungkap Steve, dalam wawancaranya dengan Eric Ries yang dipulikasikan di laman Medium.com. Menurut pendiri AOL ini, fokus industri internet akan berpindah dari aplikasi ke integrasi internet dengan kehidupan manusia secara keseluruhan. Perpindahan ini akan terjadi secara halus, terus menerus, dan luas.
Dengan kata lain, pada era Gelombang Ketiga, akan terjadi perubahan teknologi besar-besaran dalam banyak sektor kehidupan, seperti: kesehatan, pendidikan, layanan keuangan, dan bahkan makanan. Steve menyebutkan bahwa Gelombang Ketiga akan membuat teknologi menjadi horisontal dan menyentuh seluruh industri.
Menghadapi fenomena ini, konsultan entrepeneur ini melihat para entrepreneur di seluruh dunia harus mengubah caranya bekerja, caranya belajar, bahkan caranya tetap sehat, dan caranya makan. Dalam konteks Gelombang Ketiga, kemitraan dan kerja sama akan menjadi lebih penting dalam banyak hal. Pasalnya, Gelombang Ketiga mengharuskan para entrepeneur bekerja lintas sektor. Tidak hanya sesama entrepreneur, tetapi juga membangun kemitraan dan kerja sama dengan pemerintah.
Hal lainnya yang menurut Steve juga penting adalah kebijakan untuk meregulasi kerja lintas sektor ini. Ketekunan secara terbuka dalam bekerja juga satu hal yang juga penting. Dalam hal ini, kesuksesan dalam waktu satu malam ala Sangkuriang akan menjadi barang langka. “Dampak (Gelombang Ketiga) akan sangat revolusioner, tetapi pendekatan untuk meraih dampak tersebut sewaktu-waktu akan lebih revolusioner,” tandas penulis buku Rise Of The Rest ini.
Satu hal yang menurut saya penting dari pandangan Steve adalah percepatan dari entrepreneurship regional. Inovasi akan datang dari tim-tim yang lebih kecil dibandingkan perusahaan-perusahaan besar saat ini. Tim-tim yang lebih kecil ini bisa berada di mana pun, termasuk kota-kota di Indonesia.
Menghadapi era Gelombang Ketiga, Amerika sudah mulai bersiap untuk mendorong para entrepreneur merubah paradigmanya tentang industri digital. Salah satunya, ditandai dengan peluncuran NewCo Shift, sebuah media yang menawarkan informasi tentang perubahan arah industri teknologi saat ini. NewCo Shift sendiri berharap mampu mengoneksikan berbagai perusahaan dan lembaga serta pemerintah lintas sektor di Amerika untuk memegang nilai-nilai yang sama dalam era yang disebut Steve Case sebagai Gelombang Ketiga.
Bagaimana untuk Indonesia? Pertanyaan sulit, tetapi menantang. Saya pribadi melihat bahwa era Gelombang Ketiga memberikan peluang tim-tim kecil di seluruh dunia untuk ikut terlibat di dalamnya, termasuk tim-tim dari Indonesia. Namun, ada dua tantangan yang harus diselesaikan oleh manusia-manusia Nusantara.
Pertama, tantangan budaya Sangkuriang yang merujuk kepada kebiasaan untuk mengerjakan segalanya dalam waktu satu malam. Budaya ini terjadi di banyak daerah di Indonesia, termasuk di Pulau Jawa. Merujuk ke catatan wawancara dengan Steve Case di atas, budaya ini harus digantikan dengan budaya tekun tanpa mengharapkan hasil yang instan.